Rupiah Kembali ke Dasar Klasemen Mata Uang Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 January 2019 12:22
Rupiah Kembali ke Dasar Klasemen Mata Uang Asia
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah kini menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Selasa (29/1/2019) pukul 12:02 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.090. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Mengawali hari, sebenarnya tidak melemah tetapi bukan berarti menguat juga alias stagnan. Namun rupiah hanya sesaat bertahan di zona netral, tidak lama kemudian mata uang Tanah Air memulai petualangan di zona merah. 


Nasib rupiah sama seperti mata uang utama Asia, yang juga berjalan di jalur merah. Hanya saja rupiah apes karena menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.  


Berikut perkembangan nilai tukar dolar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:07 WIB: 

 

Tidak cuma di pasar valas, bursa saham Asia juga dipenuhi warna merah. Pada pukul 12:10 WIB, indeks Nikkei 225 turun 0,25%, Hang Seng melemah 0,59%, Shanghai Composite terkoreksi 0,5%, Kospi berkurang 0,17%, Straits Times minus 0,56%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpangkas 0,13%. 

Terlihat bahwa pelaku pasar agak ogah masuk ke pasar keuangan Benua Kuning. Sepertinya ketidakpastian global membebani hati dan pikiran investor. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Ada perkembangan terbaru dari hubungan AS-China dan itu bukan kabar gembira. AS resmi mengajukan tuntutan hukum kepada perusahaan telekomunikasi asal China, Huawei. Raksasa telekomunikasi ini dituding melakukan bisnis dengan pihak Iran yang sedang dikenakan sanksi oleh Negeri Adidaya.

 Tidak hanya itu, Huawei juga tersangkut kasus pencurian teknologi. Karyawan Huawei disebut mencuri teknologi robotik dari T-Mobile.  

"Tindakan Huawei merupakan bentuk eksploitasi terhadap perusahaan AS dan mengancam persaingan usaha yang sehat. Tindakan itu bisa membuat pemerintah negara lain untuk memodifikasi atau mencuri informasi, memata-matai, atau mengendalikan," tegas Direktur FBI Christopher Wray, mengutip Reuters. 

Merespons aksi AS, China pun meradang. Wen Ku, pejabat senior di Kementerian Industri dan Teknologi Komunikasi China, menyebut langkah AS tidak adil dan tidak bermoral. 

Ketegangan Washington-Beijing akibat kasus Huawei bisa mengancam proses damai dagang yang sedang dibangun oleh kedua negara. Apalagi pada 30-31 Januari nanti, Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke Washington untuk melakukan dialog dagang dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Kasus Huawei yang mengemuka bisa mengancam kelancaran dialog ini. Mungkin saja perdebatan akan memanas dan jalan menuju damai dagang terputus. 

Melihat situasi ini, pelaku pasar memilih bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia mengalami tekanan jual. Hasilnya, rupiah dkk menjadi tidak berdaya.  


Rupiah juga tertekan akibat harga minyak yang berbalik menguat setelah terkoreksi dalam beberapa hari terakhir. Pada pukul 12:18 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,22% sementara light sweet bertambah 0,33%.

Kenaikan harga minyak bukan berita baik bagi rupiah. Saat harga minyak naik, biaya impornya jadi semakin mahal sehingga mengancam neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). Rupiah akan kekurangan pasokan devisa sehingga berpotensi melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular