Rupiah Terlemah di Asia dan Dekati Rp 14.100/US$, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 January 2019 09:32
Rupiah Terlemah di Asia dan Dekati Rp 14.100/US$, Kok Bisa?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan dolar AS kembali mendekati level Rp 14.100. 

Pada Selasa (29/1/2019) pukul 09:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.090. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah belum melemah tetapi tidak menguat juga alias stagnan. Namun sejurus kemudian, rupiah terperosok ke zona merah bahkan semakin dalam. 


Rupiah tidak sendirian karena mata uang utama Asia lainnya juga mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Hanya tersisa yen Jepang yang masih menguat, sisanya tidak selamat. 

Namun rupiah memang lebih apes. Meski melemah terbatas, depresiasi 0,18% sudah cukup membuat rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:06 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang membuat rupiah terdampar ke dasar klasemen? Setidaknya ada dua alasan.  

Pertama, penguatan rupiah memang sudah agak kebangetan. Pekan lalu, rupiah menguat 0,63% terhadap dolar AS. Sejak awal tahun, penguatan rupiah mencapai 1,98%. 



Rupiah yang sudah menguat begitu tajam memancing investor untuk melakukan ambil untung. Mata uang Tanah Air rentan mengalami koreksi teknikal akibat apresiasi yang agak 'ugal-ugalan'. 

Kedua, harga minyak yang sempat anjlok sejak kemarin kini kembali terkerek. Pada pukul 09:11 WIB, harga minyak brent naik 0,17% dan light sweet bertambah 0,27%.  

Dini hari tadi, harga si emas hitam anjlok sampai nyaris 3%. Bahkan harga minyak masih terkoreksi secara mingguan, di mana brent turun 1,98% dan light sweet minus 0,48%. 

Harga minyak yang sudah murah kemudian menarik minat investor. Kemungkinan ada terjadi aksi borong yang mengatrol harga komoditas ini. 

Kenaikan harga minyak bukan berita baik bagi rupiah. Saat harga minyak naik, biaya impornya jadi semakin mahal sehingga mengancam neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). Rupiah akan kekurangan pasokan devisa sehingga berpotensi melemah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Namun di luar itu, ada faktor eksternal yang menyebabkan rupiah (dan mata uang Asia lainnya) melemah. Dolar AS memang sedang bangkit, terlihat dari Dollar Index yang naik tipis 0,02% pada pukul 09:17 WIB.  

Data ekonomi di AS yang positif menopang penguatan greenback. Angka pembacaan awal Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur AS versi IHS Markit pada Januari 2019 berada di 54,9. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 53,8. 

Kemudian jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 19 Januari turun 13.000 menjadi 199.000. Ini menjadi angka terendah sejak November 1969. 

Dua data itu menunjukkan bahwa ekonomi AS sebenarnya tidak jelek-jelek amat, walau memang ada perlambatan. Oleh karena itu, ada harapan The Federal Reserves/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini meski mungkin tidak seagresif tahun lalu yang mencapai empat kali. 


Harapan ini membuat dolar AS menjadi menarik. Kenaikan Federal Funds Rate akan menjadi pemanis untuk berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam. 

Jadi, tidak heran dolar AS mampu bangkit dan mem-bully mata uang Asia. Rupiah pun menjadi salah satu korbannya.    


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular