Ada Harapan! IHSG dan Rupiah Berpotensi Cuan Pekan Depan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 January 2019 15:02
Ada Harapan! IHSG dan Rupiah Berpotensi Cuan Pekan Depan
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melalui periode yang mengesankan pekan ini, sudah saatnya pasar keuangan Indonesia menatap masa depan. Kira-kira apa saja sentimen yang perlu dicermati pelaku pasar untuk pekan depan?

Selama pekan ini, kinerja pasar keuangan Indonesia cukup impresif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,54% dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi 0,63%.

Apakah performa apik ini mampu diteruskan pekan depan? Untuk menilainya, investor perlu memantau sejumlah peristiwa dan rilis data.

Sentimen pertama yang perlu dicermati adalah damai dagang AS-China. Pada 28 Januari waktu setempat, Bloomberg News memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen dan Wakil Menteri Keuangan China Liao Min akan mengunjungi Washington. Bahkan kabarnya Yi Gang, Gubernur Bank Sentral China (PBoC), disebut-sebut juga akan ikut dalam delegasi itu.

Mereka akan 'membuka jalan' bagi kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada 30-31 Januari. Liu akan bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Pertemuan ini sangat berpotensi membuat pasar berbunga-bunga. Harapan akan damai dagang AS-China sepertinya bisa terwujud, meski mungkin memakan waktu yang tidak sebentar. Akibatnya, ada harapan investor semakin berani bermain di aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal diharapkan mengalir deras ke Asia, termasuk Indonesia sehingga menopang penguatan rupiah dan IHSG.

Sentimen kedua, masih dari AS, adalah lahirnya kesepakatan untuk mengakhiri penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan. Presiden AS Donald Trump menyetujui anggaran sementara (yang usianya hanya untuk 3 minggu) sehingga pemerintahan AS bisa kembali dibuka.

Anggaran sementara tersebut tidak memuat dana untuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko, sesuatu yang sangat diinginkan Trump dan ditentang legislatif (terutama House of Representatives yang dikuasai kubu oposisi Partai Demokrat). Oleh karena itu, bisa dibilang friksi politik-anggaran di Washington ini dimenangkan oleh Demokrat.

Namun Trump masih berkeras untuk membangun tembok. Jika nantinya masa berlaku anggaran sementara ini habis pada 15 Februari, eks taipan properti itu akan mencoba memperjuangkannya kembali.

"Bangun tembok dan angka kejahatan akan turun!" cuit Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.

"Hanya orang-orang bodoh dengan kepentingan politik yang tidak ingin adanya tembok yang melindungi negara ini dari kejahatan, narkotika, dan perdagangan manusia. Itu akan terus terjadi, selalu!" cuitnya lagi.

Namun setidaknya anggaran adhoc yang sudah disepakati ini membawa sedikit kelegaan. Pelaku pasar kini bisa menghembuskan nafas, karena satu risiko besar bisa hilang untuk sementara.

Akan ada sekitar 800.000 abdi negara di AS yang kembali bekerja. Kontrak-kontrak sektor swasta dan pemerintah akan kembali berjalan. Ekonomi AS pun bisa menggeliat lagi sehingga membawa optimisme ke pasar keuangan dunia. Semoga optimisme tersebut bisa menular ke Indonesia.

Sentimen ketiga, masih dari AS, adalah rapat komite pengambil kebijakan di The Federal Reserve/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) pada 30 Januari waktu setempat. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Jerome 'Jay' Powell mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% mencapai 99,5% alias hampir amat sangat pasti.

Bahkan pelaku pasar juga memperkirakan The Fed akan mengeluarkan pernyataan yang semakin kalem alias dovish. Dengan risiko perlambatan ekonomi AS (dan global), memang sangat besar kemungkinan The Fed tidak akan seagresif tahun lalu yang sampai menaikkan Federal Funds Rate empat kali.

Jika hasil rapat FOMC sesuai dengan perkiraan pasar, maka akan menambah beban bagi langkah dolar AS. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,56%.

Hasil rapat The Fed bisa membuat mata uang ini masih dalam posisi defensif.
Posisi dolar AS yang kurang menguntungkan ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah cs di Asia untuk kembali menguat. Sepertinya pekan depan masih akan indah buat rupiah.


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sentimen keempat, lagi-lagi dari Negeri Paman Sam, adalah rilis data ketenagakerjaan pada 1 Februari waktu setempat. Konsensus yang dihimpun Trading Economics memperkirakan angka pengangguran AS pada Januari 2019 adalah 3,9%, sama seperti bulan sebelumnya. 

Namun yang mungkin akan memberi kejutan adalah data pembukaan lapangan kerja. Konsensus Trading Economics memperkirakan penciptaan lapangan kerja non-pertanian akan sebesar 160.000. Jauh menyusut dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 312.000. 

Jika realisasinya sesuai dengan proyeksi, maka semakin jelas bahwa ekonomi AS sedang menuju ke arah perlambatan. Pasar tenaga kerja tidak lagi ekspansif, menunjukkan dunia usaha sedang menahan diri. 

Situasi ini lagi-lagi bisa berdampak negatif bagi dolar AS. Ekonomi AS yang bermasalah semakin menutup peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat. Berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik karena minim pemanis dari sisi suku bunga.

Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data inflasi Januari 2019. Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi bulan ini sebesar 0,48 secara bulanan dan 2,8% secara tahunan. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,62% (bulanan) dan 3,13% (tahunan). 

Jika nanti data inflasi sesuai dengan ramalan BI, maka inflasi sepertinya masih belum menjadi masalah buat Indonesia. Perlambatan laju inflasi bukan menjadi sentimen negatif, seperti yang terjadi di Jepang atau Eropa. Bagi Indonesia, inflasi yang rendah dan stabil adalah dambaan karena mencerminkan gairah yang sehat baik di sisi konsumen maupun produsen.  

Laju inflasi yang  terkendali juga membuat tidak menjadi alasan bagi BI untuk mengubah kebijakan suku bunga. Justru semakin memperkuat posisi BI untuk tidak menaikkan suku bunga acuan. Artinya, ruang bagi pertumbuhan ekonomi untuk melaju lebih terbuka karena tidak ada rem dari sisi suku bunga. 

Melihat maraknya sentimen positif baik di dalam maupun luar negeri, tidak ada salahnya berharap IHSG dan rupiah bisa kembali menguat pekan depan. Semoga harapan itu bisa menjadi kenyataan. Amin.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular