Rupiah Pekan Ini: Dolar Dilibas, Asia Digilas, Eropa Ditebas!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 January 2019 09:02
Ini Resep Keperkasaan Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Apa yang menjadi 'obat' keperkasaan rupiah pekan ini? 

Pertama adalah harga minyak. Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis brent melorot 1,69% sementara light sweet turun 0,2%. 

 

Penurunan harga minyak adalah berkah buat rupiah. Pasalnya, ketika harga minyak turun maka biaya impornya bisa ditekan.  

Dengan begitu, beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) bisa dikurangi. Devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang membaik menjadi modal bagi penguatan rupiah.  

Kedua, pasar keuangan Asia memang semarak pekan lalu. Aura damai dagang AS-China semakin nyata dengan rencana kunjungan delegasi Beijing ke Washington pekan depan. 

Bloomberg News memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen dan Wakil Menteri Keuangan China Liao Min akan mengunjungi Washington pada 28 Januari. Bahkan kabarnya Yi Gang, Gubernur Bank Sentral China (PBoC), disebut-sebut juga akan ikut dalam delegasi itu. 

Mereka akan 'membuka jalan' bagi kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada 30-31 Januari. Liu akan bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer. 

Kabar ini membuat pasar berbunga-bunga. Harapan akan damai dagang AS-China sepertinya bisa terwujud, meski mungkin memakan waktu yang tidak sebentar. 


Akibatnya, investor mulai berani bermain di aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal pun mengalir deras ke Asia, termasuk Indonesia sehingga menopang penguatan rupiah. 

Ketiga, kali ini dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga terus mengawal pergerakan rupiah. Nanang Hendarsah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, kerap menyatakan bank sentral menjaga pergerakan rupiah melalui intervensi di pasar Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF). 

Selain itu, Nanang juga menegaskan bahwa nilai rupiah masih terlalu murah alias undervalued. Oleh karena itu, rupiah penguatan rupiah masih terbuka dan BI pun merestuinya. 

"Dengan konstelasi ekonomi dan pasar keuangan global, di mana kebijakan The Fed (The Federal Reserves, bank sentral AS) akan lebih lunak atau dovish, kami optimistis rupiah memiliki peluang untuk terus menguat. Mata uang rupiah masih undervalued, jadi kami akan membiarkan ruang bagi rupiah untuk terus menguat," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular