
Ini Nilai Penting di Balik Akuisisi Multistrada oleh Michelin
Arif Gunawan & Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
25 January 2019 21:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar otomotif Indonesia mengawali tahun dengan kabar mengejutkan yakni masuknya Michellin membeli 80% saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA).
Mengapa raksasa ban asal Prancis ini berminat untuk masuk ke Indonesia dengan mengambil alih kepengendalian MASA dari tangan konglomerat Pieter Tanuri? Dan bagaimana posisi strategis Indonesia di industri ban dunia? Berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
Pertama, mari kita lihat posisi dan kebutuhan strategis pengembangan bisnis Michelin yang menurut Statista merupakan produsen ban dengan nilai penjualan terbesar kedua dunia, setelah Bridgestone.
Sampai dengan tahun 2018, perseroan masih menggantungkan pendapatannya dari pasar Eropa dan Amerika Utara, dengan kontribusi masing-masing sebesar 39% dan 37%. Asia bersama bagian dunia lainnya menyumbang 24%, alias belum signifikan.
Ini menjelaskan mengapa manajemen Michelin dalam pernyataan resminya menyebutkan bahwa akuisisi tersebut sesuai dengan strateginya untuk "memungkinkan lebih banyak produksi ban Tier 1 di pabrik baru Asia dan mendukung pertumbuhan permintaan volume ban Tier 2 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia."
Perseroan memang berambisi untuk memperkuat keberadaannya di pasar terbesar Asia Tenggara. Jika mengacu pada posisi geografis, pabrik di Indonesia juga memungkinkan Michelin untuk menggunakannya untuk melayani pasar China yang merupakan pasar terbesar ban di dunia.
"Dengan transaksi ini, Michelin memperkuat kehadirannya di pasar Indonesia yang sangat menjanjikan dan didominasi produksi lokal dengan membeli pabrik lokal yang sangat kompetitif dengan fasilitas berkualitas bagus dan kapasitas produksi terjaga," tulis manajemen Michelin.
Multistrada saat ini tercatat memiliki kapasitas produksi ban lebih dari 180.000 ton. Potensi itu menjadi kian menarik terutama jika melihat kinerja perseroan yang tengah kepayahan secara finansial sehingga memberi Michelin menegosiasikan harga yang lebih kompetitif.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, pendapatan Multistrada mulai menurun pada tahun 2014 ketika penjualan ban perseroan di dalam negeri turun 11,47% menjadi sebanyak US$83,35 juta. Setahun kemudian, giliran penjualan ekspor yang tertekan sebesar 14% sedangkan penjualan lokal melemah 5%.
Jika laba bersih masih bisa diselamatkan pada 2014, tapi perseroan menyerah kalah pada 2015-2017 dengan membukukan rugi bersih. Bersamaan dengan itu, utang juga meningkat dan menembus level psikologis US$200 juta pada tahun 2014. Situasi sulit ini membuat Multistrada secara psikologis lebih mudah menerima tawaran akuisisi.
NEXT
Mengapa raksasa ban asal Prancis ini berminat untuk masuk ke Indonesia dengan mengambil alih kepengendalian MASA dari tangan konglomerat Pieter Tanuri? Dan bagaimana posisi strategis Indonesia di industri ban dunia? Berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
Pertama, mari kita lihat posisi dan kebutuhan strategis pengembangan bisnis Michelin yang menurut Statista merupakan produsen ban dengan nilai penjualan terbesar kedua dunia, setelah Bridgestone.
Ini menjelaskan mengapa manajemen Michelin dalam pernyataan resminya menyebutkan bahwa akuisisi tersebut sesuai dengan strateginya untuk "memungkinkan lebih banyak produksi ban Tier 1 di pabrik baru Asia dan mendukung pertumbuhan permintaan volume ban Tier 2 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia."
Perseroan memang berambisi untuk memperkuat keberadaannya di pasar terbesar Asia Tenggara. Jika mengacu pada posisi geografis, pabrik di Indonesia juga memungkinkan Michelin untuk menggunakannya untuk melayani pasar China yang merupakan pasar terbesar ban di dunia.
"Dengan transaksi ini, Michelin memperkuat kehadirannya di pasar Indonesia yang sangat menjanjikan dan didominasi produksi lokal dengan membeli pabrik lokal yang sangat kompetitif dengan fasilitas berkualitas bagus dan kapasitas produksi terjaga," tulis manajemen Michelin.
Multistrada saat ini tercatat memiliki kapasitas produksi ban lebih dari 180.000 ton. Potensi itu menjadi kian menarik terutama jika melihat kinerja perseroan yang tengah kepayahan secara finansial sehingga memberi Michelin menegosiasikan harga yang lebih kompetitif.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, pendapatan Multistrada mulai menurun pada tahun 2014 ketika penjualan ban perseroan di dalam negeri turun 11,47% menjadi sebanyak US$83,35 juta. Setahun kemudian, giliran penjualan ekspor yang tertekan sebesar 14% sedangkan penjualan lokal melemah 5%.
Jika laba bersih masih bisa diselamatkan pada 2014, tapi perseroan menyerah kalah pada 2015-2017 dengan membukukan rugi bersih. Bersamaan dengan itu, utang juga meningkat dan menembus level psikologis US$200 juta pada tahun 2014. Situasi sulit ini membuat Multistrada secara psikologis lebih mudah menerima tawaran akuisisi.
NEXT
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular