
Perekonomian Kian Cerah, Kilau Emas Justru Meredup
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
24 January 2019 15:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Siang hari ini (24/1/2019) hingga pukul 14:34 WIB, harga emas di pasar berjangka kontrak Februari 2019 melemah sebesar 0,31% di posisi US$ 1.280,/troy ounce, setelah ditutup menguat 0,05% di posisi US$ 1.284/troy ounce kemarin (23/1/2019).
Secara mingguan harga emas amblas 0,94% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat melemah 0,09%.
Melemahnya harga emas pada hari ini didukung oleh nilai tukar dolar yang meningkat, meskipun terbatas. Nilai Dollar Indeks yang menyatakan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia hari ini naik 0,05% ke posisi 96,168.
Menguatnya dolar membuat daya tarik investor pada emas agak berkurang. Sebab, emas akan menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang selain dolar.
Perkembangan yang positif perihal damai dagang AS-China juga turut memberi tekanan pada harga emas.
Meskipun kemarin sempat beredar kabar yang bersumber dari Financial Times bahwa AS membatalkan rencana dialog lanjutan dengan China, namun gedung putih membantah berita tersebut.
"Dengan segala hotmat, berita itu tidak benar," kata Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Lawrence 'Larry' Kudlow, megutip Reuters.
Apalagi kemarin Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa pembicaraan antara kedua negara berlangsung baik, dan China sangat ingin membuat kesepakatan, seperti yang dilansir dari Reuters.
Dengan begitu, harapan pelaku pasar akan terciptanya damai dagang AS-China secara permanen bisa terjaga.
Kabar dari Inggris juga nampaknya membuat pasar lebih kondusif. Kemarin orang nomor 2 Partai Buruh, John McDonnell mengatakan bahwa partainya kemungkinan besar akan mendukung amandemen yang diajukan oleh Yvette Cooper.
Amandemen ini memberikan waktu bagi pemerintah untuk memikirkan solusi menghadapi Brexit hingga 26 Februari mendatang.
Sebagai informasi, pada awalnya pemerintah hanya diberi waktu hingga 26 Januari untuk mengesahkan kesepakatan Brexit.
Setidaknya pemerintahan Perdana Menteri Theresa May memiliki waktu yang lebih panjang untuk memikirkan cara agar No Deal Brexit tidak terjadi.
China pun tak ingin ketinggalan. Kementerian Keuangan China kemarin menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut. Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut kemungkinan akan diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.
Dengan begini, dampak perlambatan ekonomi tidak akan menghantam terlalu keras di Negeri Tirai Bambu.
Berbagai kabar positif tersebut membuat investor lebih bergairah untuk terjun ke pasar dan kembali memasang mode risk-on. Akibatnya, emas cenderung dilepas dan instrumen beresiko lainnya lebih dilirik.
Namun, masih ada sentimen negatif yang bisa menahan harga emas sehingga tidak melemah terlalu dalam.
Investor juga masih khawatir akan penutupan sebagian layanan pemerintahan AS (government shutdown). Hingga pukul 14:30 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 33 hari, 2 jam, 28 menit.
Shutdown sedikit banyak mempengaruhi perekonomian AS secara keseluruhan. Ada sekitar 800.000 abdi negara yang belum menerima bayaran, dan kontrak-kontrak swasta dengan pemerintah pun macet.
Roda ekonomi tidak berputar sesuai dengan potensinya, karena ada hambatan dari pemerintah. Dalam wawancara dengan CNN, Kevin Hassett, Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih, memperkirakan ekonomi AS bisa tumbuh 0% alias stagnan apabila shutdown berlangsung penuh selama kuartal I-2018.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Secara mingguan harga emas amblas 0,94% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat melemah 0,09%.
Melemahnya harga emas pada hari ini didukung oleh nilai tukar dolar yang meningkat, meskipun terbatas. Nilai Dollar Indeks yang menyatakan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia hari ini naik 0,05% ke posisi 96,168.
Perkembangan yang positif perihal damai dagang AS-China juga turut memberi tekanan pada harga emas.
Meskipun kemarin sempat beredar kabar yang bersumber dari Financial Times bahwa AS membatalkan rencana dialog lanjutan dengan China, namun gedung putih membantah berita tersebut.
"Dengan segala hotmat, berita itu tidak benar," kata Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Lawrence 'Larry' Kudlow, megutip Reuters.
Apalagi kemarin Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa pembicaraan antara kedua negara berlangsung baik, dan China sangat ingin membuat kesepakatan, seperti yang dilansir dari Reuters.
Dengan begitu, harapan pelaku pasar akan terciptanya damai dagang AS-China secara permanen bisa terjaga.
Kabar dari Inggris juga nampaknya membuat pasar lebih kondusif. Kemarin orang nomor 2 Partai Buruh, John McDonnell mengatakan bahwa partainya kemungkinan besar akan mendukung amandemen yang diajukan oleh Yvette Cooper.
Amandemen ini memberikan waktu bagi pemerintah untuk memikirkan solusi menghadapi Brexit hingga 26 Februari mendatang.
Sebagai informasi, pada awalnya pemerintah hanya diberi waktu hingga 26 Januari untuk mengesahkan kesepakatan Brexit.
Setidaknya pemerintahan Perdana Menteri Theresa May memiliki waktu yang lebih panjang untuk memikirkan cara agar No Deal Brexit tidak terjadi.
China pun tak ingin ketinggalan. Kementerian Keuangan China kemarin menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut. Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut kemungkinan akan diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.
Dengan begini, dampak perlambatan ekonomi tidak akan menghantam terlalu keras di Negeri Tirai Bambu.
Berbagai kabar positif tersebut membuat investor lebih bergairah untuk terjun ke pasar dan kembali memasang mode risk-on. Akibatnya, emas cenderung dilepas dan instrumen beresiko lainnya lebih dilirik.
Namun, masih ada sentimen negatif yang bisa menahan harga emas sehingga tidak melemah terlalu dalam.
Investor juga masih khawatir akan penutupan sebagian layanan pemerintahan AS (government shutdown). Hingga pukul 14:30 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 33 hari, 2 jam, 28 menit.
Shutdown sedikit banyak mempengaruhi perekonomian AS secara keseluruhan. Ada sekitar 800.000 abdi negara yang belum menerima bayaran, dan kontrak-kontrak swasta dengan pemerintah pun macet.
Roda ekonomi tidak berputar sesuai dengan potensinya, karena ada hambatan dari pemerintah. Dalam wawancara dengan CNN, Kevin Hassett, Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih, memperkirakan ekonomi AS bisa tumbuh 0% alias stagnan apabila shutdown berlangsung penuh selama kuartal I-2018.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Most Popular