
Terlemah Dalam 3 Minggu! Harga Emas Dihantam Dolar
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 January 2019 11:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Siang hari ini (22/1/2019) hingga pukul 11:30 WIB, harga emas di pasar berjangka kontrak Februari 2019 kembali melemah sebesar 0,35% di posisi US$ 1.278,1/troy ounce, setelah sebelumnya ditutup stagnan di posisi US$ 1.282,6/troy ounce. Pada posisi ini, harga emas berada pada level terendahnya dalam 3 minggu.
Secara mingguan harga emas amblas 0,76% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat melemah 0,21%.
Melemahnya harga emas dipengaruhi oleh nilai tukar dolar yang semakin perkasa. Nilai Dollar Index yang menggambarkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia masih terus bertahan pada posisi tertingginya dalam 2 minggu.
Dolar yang semakin mahal membuat harga emas juga semakin mahal untuk pemegang mata uang lain. Sebab, komoditas ini ditransaksikan dalam dolar.
Perlambatan ekonomi China juga menyebabkan nilai Yuan yang semakin melemah. Tercatat sejak minggu lalu nilai Yuan sudah melemah 0,61% terhadap dolar, membuat harga emas makin mahal di negara dengan perekonomian terbesar ke-2 di dunia.
Selain itu, meskipun kemarin China mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang terlambat sejak 28 tahun lalu, namun angkanya sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters.
Artinya, kemungkinan besar pelaku pasar sudah price-in, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan. Saat pasar masih optimis, emas cenderung ditinggalkan dan beralih pada instrumen beresiko.
Optimisnya damai dagang AS-China juga masih kuat menekan harga emas. Bila kedua negara sudah tidak saling lempar tarif, perdagangan dunia bisa kembali lancar. Sekali lagi, instrumen beresiko kembali dilirik.
Namun, sikap dovish bank sentral AS (The Fed) setidaknya memberikan sedikit sanggahan sehingga harga emas tidak jatuh terlalu dalam.
Dengan ketiadaan tanda-tanda bahwa inflasi akan melonjak atau adanya risiko besar di pasar keuangan, Gubernur The Fed, Jerome Powell mengatakan The Fed akan menunggu dan melihat dalam beberapa bulan untuk mengetahui "naratif" mana yang benar-benar terjadi.
"Khususnya dengan inflasi yang rendah dan terkendali, kami memiliki kemampuan untuk bersabar dan mengamati dengan sabar dan berhati-hati sembari kami... mencari tahu yang mana dari dua naratif itu yang akan terjadi di 2019," kata Powell dalam Economic Club of Washington, Kamis (10/1/2019), dilansir dari Reuters.
Bahkan survei yang dilakukan oleh CME mengatakan bahwa kemungkinan The Fed akan menahan suku bunganya di kisaran 2,25%-2,5% (artinya tidak ada kenaikan sama sekali di tahun ini) mencapai 99,5%.
Bila suku bunga acuan The Fed (FFR) tidak naik, besar kemungkinan dolar tidak akan mengulangi keperkasaan yang dicapai tahun 2018. Hal ini membuat dolar emas masih memiliki daya tarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Secara mingguan harga emas amblas 0,76% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat melemah 0,21%.
Dolar yang semakin mahal membuat harga emas juga semakin mahal untuk pemegang mata uang lain. Sebab, komoditas ini ditransaksikan dalam dolar.
Perlambatan ekonomi China juga menyebabkan nilai Yuan yang semakin melemah. Tercatat sejak minggu lalu nilai Yuan sudah melemah 0,61% terhadap dolar, membuat harga emas makin mahal di negara dengan perekonomian terbesar ke-2 di dunia.
Selain itu, meskipun kemarin China mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang terlambat sejak 28 tahun lalu, namun angkanya sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters.
Artinya, kemungkinan besar pelaku pasar sudah price-in, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan. Saat pasar masih optimis, emas cenderung ditinggalkan dan beralih pada instrumen beresiko.
Optimisnya damai dagang AS-China juga masih kuat menekan harga emas. Bila kedua negara sudah tidak saling lempar tarif, perdagangan dunia bisa kembali lancar. Sekali lagi, instrumen beresiko kembali dilirik.
Namun, sikap dovish bank sentral AS (The Fed) setidaknya memberikan sedikit sanggahan sehingga harga emas tidak jatuh terlalu dalam.
Dengan ketiadaan tanda-tanda bahwa inflasi akan melonjak atau adanya risiko besar di pasar keuangan, Gubernur The Fed, Jerome Powell mengatakan The Fed akan menunggu dan melihat dalam beberapa bulan untuk mengetahui "naratif" mana yang benar-benar terjadi.
"Khususnya dengan inflasi yang rendah dan terkendali, kami memiliki kemampuan untuk bersabar dan mengamati dengan sabar dan berhati-hati sembari kami... mencari tahu yang mana dari dua naratif itu yang akan terjadi di 2019," kata Powell dalam Economic Club of Washington, Kamis (10/1/2019), dilansir dari Reuters.
Bahkan survei yang dilakukan oleh CME mengatakan bahwa kemungkinan The Fed akan menahan suku bunganya di kisaran 2,25%-2,5% (artinya tidak ada kenaikan sama sekali di tahun ini) mencapai 99,5%.
Bila suku bunga acuan The Fed (FFR) tidak naik, besar kemungkinan dolar tidak akan mengulangi keperkasaan yang dicapai tahun 2018. Hal ini membuat dolar emas masih memiliki daya tarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Most Popular