
Emas Betah di Zona Merah, 2 Negara Ini Penyebabnya
tahir saleh & Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 January 2019 16:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas di pasar berjangka kontrak Februari 2019 masih terus berada di zona merah setelah melemah 0,24% di posisi US$ 1.289,1/troy ounce pada perdagangan Jumat sore hari ini (18/1/2019) hingga pukul 16:00 WIB.
Secara mingguan harga emas sudah naik 0,14% secara point-to-point, sedangkan performa tahunan komoditas ini tercatat minus 2,7%.
Harga emas tertekan karena makin positifnya arah damai dagang Amerika Serikat (AS)-China. Setelah berlangsungnya perundingan dagang kedua negara di Beijing pada 7-9 Januari 2019 lalu, giliran Wakil Perdana Menteri China Liu He yang dijadwalkan terbang ke Washington pada 30 Januari mendatang.
Sumber dari Wall Street Journal mengatakan bahwa Liu He akan bertemu degan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengutip Reuters. Lebih jauh lagi, Mnuchin dikabarkan berencana membahas penghapusan seluruh atau sebagian tarif impor terhadap barang dari China bersama Liu He. Maklum saja, perekonomian kedua negara sudah sama-sama berdarah akibat saling lempar tarif impor, meski China terlihat lebih parah.
Bila itu benar, maka perekonomian kedua negara bisa membaik. Bahkan dampaknya akan meluas ke seluruh dunia. Pasalnya, rantai pasokan dunia sebagian terhubung ke dua negara tersebut, mengingat keduanya merupakan raksasa ekonomi terbesar dunia.
Dengan begitu, investor makin berani untuk mengambil peruntungan pada instrumen berisiko. Maka emas pun banyak dilepas.
Selain itu, harga emas hari ini juga dipengaruhi oleh nilai tukar dolar menguat ditandai dengan nilai Dollar Index yang menguat 0,02%. Meski tipis, namun dolar sudah menguat selama 4 hari berturut-turut.
Menguatnya dolar juga ditunjang oleh rilis data klaim pengangguran Amerika Serikat yang turun pada pekan lalu. Hal tersebut menunjukkan kondisi pasar yang masih baik di Negeri Paman Sam.
Menguatnya dolar membuat harga emas menjadi lebih mahal untuk pemegang mata uang lain. Alhasil harga emas melemah sejak kemarin, dan belum pulih hingga hari ini.
Meski demikian, masih ada sentimen yang berpotensi mendorong harga emas.
Gonjang-ganjing Brexit yang tak kunjung usai menambah kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi dunia. Setelah ditolaknya proposal kesepakatan Brexit oleh parlemen, nasib Inggris menjadi terkatung-katung. Apalagi jadwal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa sudah semakin dekat (29 Maret 2019).
Bila ujungnya benar-benar No Deal Brexit, maka Inggris harus membayar bea ekspor dan impor baru dalam perdagangannya dengan Uni Eropa. Beberapa analis memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris akan minus 8% tahun ini kalau hal tersebut terjadi.
Efeknya mirip dengan perang dagang AS-China, di mana seluruh mitra dagang (hampir seluruh dunia) akan merasakan perlambatan arus perdagangan, mengingat Inggris merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-5 dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit
Secara mingguan harga emas sudah naik 0,14% secara point-to-point, sedangkan performa tahunan komoditas ini tercatat minus 2,7%.
Harga emas tertekan karena makin positifnya arah damai dagang Amerika Serikat (AS)-China. Setelah berlangsungnya perundingan dagang kedua negara di Beijing pada 7-9 Januari 2019 lalu, giliran Wakil Perdana Menteri China Liu He yang dijadwalkan terbang ke Washington pada 30 Januari mendatang.
Sumber dari Wall Street Journal mengatakan bahwa Liu He akan bertemu degan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengutip Reuters. Lebih jauh lagi, Mnuchin dikabarkan berencana membahas penghapusan seluruh atau sebagian tarif impor terhadap barang dari China bersama Liu He. Maklum saja, perekonomian kedua negara sudah sama-sama berdarah akibat saling lempar tarif impor, meski China terlihat lebih parah.
Bila itu benar, maka perekonomian kedua negara bisa membaik. Bahkan dampaknya akan meluas ke seluruh dunia. Pasalnya, rantai pasokan dunia sebagian terhubung ke dua negara tersebut, mengingat keduanya merupakan raksasa ekonomi terbesar dunia.
Dengan begitu, investor makin berani untuk mengambil peruntungan pada instrumen berisiko. Maka emas pun banyak dilepas.
Selain itu, harga emas hari ini juga dipengaruhi oleh nilai tukar dolar menguat ditandai dengan nilai Dollar Index yang menguat 0,02%. Meski tipis, namun dolar sudah menguat selama 4 hari berturut-turut.
Menguatnya dolar juga ditunjang oleh rilis data klaim pengangguran Amerika Serikat yang turun pada pekan lalu. Hal tersebut menunjukkan kondisi pasar yang masih baik di Negeri Paman Sam.
Menguatnya dolar membuat harga emas menjadi lebih mahal untuk pemegang mata uang lain. Alhasil harga emas melemah sejak kemarin, dan belum pulih hingga hari ini.
Meski demikian, masih ada sentimen yang berpotensi mendorong harga emas.
Gonjang-ganjing Brexit yang tak kunjung usai menambah kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi dunia. Setelah ditolaknya proposal kesepakatan Brexit oleh parlemen, nasib Inggris menjadi terkatung-katung. Apalagi jadwal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa sudah semakin dekat (29 Maret 2019).
Bila ujungnya benar-benar No Deal Brexit, maka Inggris harus membayar bea ekspor dan impor baru dalam perdagangannya dengan Uni Eropa. Beberapa analis memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris akan minus 8% tahun ini kalau hal tersebut terjadi.
Efeknya mirip dengan perang dagang AS-China, di mana seluruh mitra dagang (hampir seluruh dunia) akan merasakan perlambatan arus perdagangan, mengingat Inggris merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-5 dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit
Most Popular