
Saham Bank BUKU 4 Jadi Primadona, IHSG Menguat 0,49%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 January 2019 13:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi I dengan penguatan sebesar 0,49% ke level 6.444,86.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,46%, indeks Hang Seng naik 0,37%, dan indeks Kospi naik 0,14%.
Stimulus moneter dan fiskal yang diberikan oleh para pengambil kebijakan di China sukses mengerek kinerja bursa saham kawasan regional, termasuk Indonesia. Pada Selasa (15/1/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa mereka akan mengimplimentasikan pemotongan pajak dan biaya yang lebih besar. Hal ini dilakukan guna meredam perlambatan ekonomi yang sedang terjadi di Negeri Panda.
Melansir Reuters, beberapa analis percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.
Kemarin (16/1/2019), People's Bank of China selaku bank sentral China menyuntikkan dana senilai CNY 560 miliar (US$ 83 miliar) ke perbankan melalui operasi pasar terbuka. Suntikan sebesar CNY 560 miliar tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah China. Dengan likuiditas yang kian longgar, suku bunga kredit diharapkan bisa ditekan dan memacu laju perekonomian China.
Di sisi lain, sejumlah sentimen negatif membatasi laju IHSG. Pertama, potensi retaknya hubungan AS-China di bidang perdagangan yang kini sedang mesra. Penyebabnya adalah laporan bahwa aparat hukum AS sedang melakukan investigasi terhadap Huawei. Investigasi ini terkait dengan tuduhan bahwa Huawei telah mencuri teknologi dari rekannya di AS seperti raksasa penyedia jasa layanan telekomunikasi T-Mobile.
Bahkan, investigasi tersebut disebut segera naik status menjadi tuntutan dalam waktu dekat, sebut seorang sumber seperti dikutip dari Washington Post.
Sebelumnya, petinggi Huawei yakni Meng Wanzhou telah ditangkap di Kanada atas permintaan dari AS lantaran dianggap telah berkonspirasi untuk menipu beberapa bank guna memuluskan transaksi antara perusahaan dengan pihak Iran, sesuatu yang melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Sentimen negatif yang kedua datang dari ketidakpastian terkait dengan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih besar. Kemarin waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil lolos dari ancaman digulingkan dari pemerintahan setelah memenangkan pemungutan suara atas mosi tidak percaya di parlemen dengan skor 325 berbanding 306. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Namun masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit) karena proposal yang diusung pemerintah tidak disetujui parlemen.
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Sentimen negatif yang terakhir datang dari rilis data ekonomi di kawasan regional. Pada pagi ini, ekspor non minyak Singapura periode Desember 2018 diumumkan anjlok hingga 8,5% YoY, jauh di bawah konsensus Trading Economics yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 1,5% YoY. Akibat anjloknya ekspor non-minyak, surplus neraca dagang di Desember menipis menjadi SG$ 1,94 miliar, dari yang sebelumnya SG$ 3,8 miliar pada November.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,46%, indeks Hang Seng naik 0,37%, dan indeks Kospi naik 0,14%.
Stimulus moneter dan fiskal yang diberikan oleh para pengambil kebijakan di China sukses mengerek kinerja bursa saham kawasan regional, termasuk Indonesia. Pada Selasa (15/1/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa mereka akan mengimplimentasikan pemotongan pajak dan biaya yang lebih besar. Hal ini dilakukan guna meredam perlambatan ekonomi yang sedang terjadi di Negeri Panda.
Kemarin (16/1/2019), People's Bank of China selaku bank sentral China menyuntikkan dana senilai CNY 560 miliar (US$ 83 miliar) ke perbankan melalui operasi pasar terbuka. Suntikan sebesar CNY 560 miliar tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah China. Dengan likuiditas yang kian longgar, suku bunga kredit diharapkan bisa ditekan dan memacu laju perekonomian China.
Di sisi lain, sejumlah sentimen negatif membatasi laju IHSG. Pertama, potensi retaknya hubungan AS-China di bidang perdagangan yang kini sedang mesra. Penyebabnya adalah laporan bahwa aparat hukum AS sedang melakukan investigasi terhadap Huawei. Investigasi ini terkait dengan tuduhan bahwa Huawei telah mencuri teknologi dari rekannya di AS seperti raksasa penyedia jasa layanan telekomunikasi T-Mobile.
Bahkan, investigasi tersebut disebut segera naik status menjadi tuntutan dalam waktu dekat, sebut seorang sumber seperti dikutip dari Washington Post.
Sebelumnya, petinggi Huawei yakni Meng Wanzhou telah ditangkap di Kanada atas permintaan dari AS lantaran dianggap telah berkonspirasi untuk menipu beberapa bank guna memuluskan transaksi antara perusahaan dengan pihak Iran, sesuatu yang melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Sentimen negatif yang kedua datang dari ketidakpastian terkait dengan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih besar. Kemarin waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil lolos dari ancaman digulingkan dari pemerintahan setelah memenangkan pemungutan suara atas mosi tidak percaya di parlemen dengan skor 325 berbanding 306. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Namun masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit) karena proposal yang diusung pemerintah tidak disetujui parlemen.
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Sentimen negatif yang terakhir datang dari rilis data ekonomi di kawasan regional. Pada pagi ini, ekspor non minyak Singapura periode Desember 2018 diumumkan anjlok hingga 8,5% YoY, jauh di bawah konsensus Trading Economics yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 1,5% YoY. Akibat anjloknya ekspor non-minyak, surplus neraca dagang di Desember menipis menjadi SG$ 1,94 miliar, dari yang sebelumnya SG$ 3,8 miliar pada November.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular