
Rupiah Terlemah Ketiga di Asia, Ini Sebabnya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 January 2019 09:29

Sepertinya investor masih cenderung bermain aman, terlihat dari sebagian besar mata uang Asia yang melemah tetapi yen Jepang begitu perkasa. Status yen sebagai safe haven menunjukkan pelaku pasar sedang menjadi tempat berlindung yang aman dan enggan mengambil risiko.
Ketidakpastian di Inggris masih besar setelah kemarin parlemen Negeri Ratu Elizabeth menolak proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May. Bahkan May sampai harus menghadapi mosi tidak percaya.
Namun posisi May aman karena voting parlemen menghasilkan angka 325 berbanding 306 untuk kemenangan dirinya. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Meski begitu, masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit).
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Pelaku pasar tampaknya masih menunggu sembari memantau dinamika dari Negeri John Bull. Sebab jika No Deal Brexit benar-benar terjadi, maka bisa menjadi bencana bagi Inggris.
Inggris akan kesulitan berdagang dengan Uni Eropa karena harus mematuhi aturan dasar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yaitu menggunakan skema bea masuk. Ini tentu akan memberatkan sehingga bisa mengurangi volume perdagangan Inggris dengan para tetangganya di Eropa Daratan.
Padahal Uni Eropa adalah mitra dagang utama Inggris. Jika Inggris kesulitan berdagang dengan mitra utamanya, maka kinerja ekspor mereka akan turun drastis dan membebani pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian di Inggris sedikit banyak akan mempengaruhi psikologis pasar. Dikhawatirkan runyamnya Brexit akan mempengaruhi kinerja ekonomi Negeri Ratu Elizabeth, perekonomian nomor 5 dunia. Jika Inggris sampai terjebak dalam krisis gara-gara Brexit, dampaknya pasti bakal meluas.
Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar juga menantikan pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Perry Warijyo dkk masih akan menahan BI 7 Day Reverse Repo Rate di angka 6%.
Hal ini semakin jelas kala Perry menyebut BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah mendekati titik puncaknya. Ini bisa diartikan laju kenaikan suku bunga acuan bisa diperlambat.
"Untuk memperkuat stabilitas, mengendalikan inflasi, memang stance moneter yang preemtif dan ahead of the curve masih akan kami pertahankan. Walaupun tingkat suku bunga kami pada saat ini sudah hampir mencapai puncaknya," ungkap Perry, kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Ketidakpastian di Inggris masih besar setelah kemarin parlemen Negeri Ratu Elizabeth menolak proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May. Bahkan May sampai harus menghadapi mosi tidak percaya.
Namun posisi May aman karena voting parlemen menghasilkan angka 325 berbanding 306 untuk kemenangan dirinya. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Meski begitu, masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit).
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Pelaku pasar tampaknya masih menunggu sembari memantau dinamika dari Negeri John Bull. Sebab jika No Deal Brexit benar-benar terjadi, maka bisa menjadi bencana bagi Inggris.
Inggris akan kesulitan berdagang dengan Uni Eropa karena harus mematuhi aturan dasar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yaitu menggunakan skema bea masuk. Ini tentu akan memberatkan sehingga bisa mengurangi volume perdagangan Inggris dengan para tetangganya di Eropa Daratan.
Padahal Uni Eropa adalah mitra dagang utama Inggris. Jika Inggris kesulitan berdagang dengan mitra utamanya, maka kinerja ekspor mereka akan turun drastis dan membebani pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian di Inggris sedikit banyak akan mempengaruhi psikologis pasar. Dikhawatirkan runyamnya Brexit akan mempengaruhi kinerja ekonomi Negeri Ratu Elizabeth, perekonomian nomor 5 dunia. Jika Inggris sampai terjebak dalam krisis gara-gara Brexit, dampaknya pasti bakal meluas.
Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar juga menantikan pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Perry Warijyo dkk masih akan menahan BI 7 Day Reverse Repo Rate di angka 6%.
Hal ini semakin jelas kala Perry menyebut BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah mendekati titik puncaknya. Ini bisa diartikan laju kenaikan suku bunga acuan bisa diperlambat.
"Untuk memperkuat stabilitas, mengendalikan inflasi, memang stance moneter yang preemtif dan ahead of the curve masih akan kami pertahankan. Walaupun tingkat suku bunga kami pada saat ini sudah hampir mencapai puncaknya," ungkap Perry, kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular