
Brexit Hingga Ambil Untung Jadikan Rupiah Terlemah Kedua Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 January 2019 16:45

Rupiah dan berbagai mata uang Asia lainnya terimbas sentimen negatif eksternal yang begitu besar bernama Brexit. Dini hari tadi waktu Indonesia, parlemen Inggris menolak proposal Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.
Tidak hanya membuat masa depan Brexit menjadi suram, situasi semakin keruh kala PM May harus menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen. "Gedung ini tidak lagi percaya kepada pemerintahan Yang Mulia Ratu," sebut keterangan dari Partai Buruh, pemimpin kubu oposisi.
Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh, akan berbicara di depan parlemen pada pukul 13:00 GMT. Kemudian May akan menanggapi, dan debat rencananya selesai pada pukul 19:00 GMT.
Seusai debat, parlemen akan menggelar pemungutan suara untuk menentukan nasib pemerintahan May. Hasil voting diperkirakan keluar pada pukul 19:15 GMT.
Sembari menunggu perkembangan dari Inggris, pelaku pasar pun enggan mengambil risiko. Aset aman seperti yen Jepang kebanjiran permintaan, menandakan investor sedang dalam mode risk aversion.
Selain faktor eksternal itu, ada risiko domestik yang membuat rupiah menjadi sulit perkasa. Sepertinya investor mulai mencemaskan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data defisit neraca perdagangan Desember 2018 sebesar US$ 1,1 miliar. Ini membuat neraca perdagangan selama kuartal IV-2018 selalu defisit.
Oleh karena itu, kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 masih akan membukukan defisit yang cukup dalam, sekitar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut perkiraan Bank Indonesia (BI). Fundamental penyokong rupiah sejatinya agak rapuh sehingga mata uang Tanah Air masih berpotensi melemah.
Kemudian, rupiah juga amat rentan terdepresiasi karena mata uang Tanah Air sudah menguat tajam. Sejak akhir 2018, rupiah sudah menguat 1,81%. Penguatan ini lebih tajam ketimbang mata uang Asia lainnya seperti yen (0,89%), yuan China (1,75%), dolar Singapura (0,64%), sampai ringgit Malaysia (0,6%).
Rupiah yang sudah menguat begitu tajam rentan terkena koreksi teknikal. Investor akan terpancing untuk mencairkan keuntungan melihat rupiah yang sudah sangat 'kencang'.
Kombinasi tiga hal itu membuat rupiah tidak bisa lepas dari jerat zona merah. Tidak hanya melemah, rupiah juga menjadi mata uang terlemah kedua di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Baca: No Deal Brexit? |
Tidak hanya membuat masa depan Brexit menjadi suram, situasi semakin keruh kala PM May harus menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen. "Gedung ini tidak lagi percaya kepada pemerintahan Yang Mulia Ratu," sebut keterangan dari Partai Buruh, pemimpin kubu oposisi.
Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh, akan berbicara di depan parlemen pada pukul 13:00 GMT. Kemudian May akan menanggapi, dan debat rencananya selesai pada pukul 19:00 GMT.
Sembari menunggu perkembangan dari Inggris, pelaku pasar pun enggan mengambil risiko. Aset aman seperti yen Jepang kebanjiran permintaan, menandakan investor sedang dalam mode risk aversion.
Selain faktor eksternal itu, ada risiko domestik yang membuat rupiah menjadi sulit perkasa. Sepertinya investor mulai mencemaskan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data defisit neraca perdagangan Desember 2018 sebesar US$ 1,1 miliar. Ini membuat neraca perdagangan selama kuartal IV-2018 selalu defisit.
Oleh karena itu, kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 masih akan membukukan defisit yang cukup dalam, sekitar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut perkiraan Bank Indonesia (BI). Fundamental penyokong rupiah sejatinya agak rapuh sehingga mata uang Tanah Air masih berpotensi melemah.
Kemudian, rupiah juga amat rentan terdepresiasi karena mata uang Tanah Air sudah menguat tajam. Sejak akhir 2018, rupiah sudah menguat 1,81%. Penguatan ini lebih tajam ketimbang mata uang Asia lainnya seperti yen (0,89%), yuan China (1,75%), dolar Singapura (0,64%), sampai ringgit Malaysia (0,6%).
Rupiah yang sudah menguat begitu tajam rentan terkena koreksi teknikal. Investor akan terpancing untuk mencairkan keuntungan melihat rupiah yang sudah sangat 'kencang'.
Kombinasi tiga hal itu membuat rupiah tidak bisa lepas dari jerat zona merah. Tidak hanya melemah, rupiah juga menjadi mata uang terlemah kedua di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular