
Bursa Saham Asia Melemah, IHSG Masih Bisa Menghijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 January 2019 13:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini sempat membuat investor deg-degan. Dibuka menguat 0,13% ke level 6.417,13, IHSG dengan cepat berbalik ke zona merah, bahkan sempat meninggalkan level psikologis 6.400 yakni ke level 6.394,83
Namun, IHSG dengan cepat pula kembali ke zona hijau. Hingga akhir sesi 1 perdagangan Rabu (16/1/2019), IHSG menguat 0,19% ke level 6.420,9.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,49 triliun dengan volume sebanyak 8 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 279.535 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi kenaikan IHSG adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,78%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,67%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+2,73%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+4,31%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+0,61%).
IHSG menguat ditengah-tengah koreksi mayoritas bursa saham utama kawasan Asia: indeks Nikkei turun 0,59%, indeks Shanghai turun 0,06%, dan indeks Hang Seng turun 0,25%.
Pelaku pasar dipaksa bermain defensif seiring dengan risiko yang datang dari kondisi politik di Inggris yang kian runyam. Pada dini hari tadi, proposal Brexit yang diusung pemerintahan Perdana Menteri Theresa May ditolak oleh parlemen dengan hasil 432 berbanding 202. Ini adalah kekalahan pemerintah terbesar dalam sejarah Inggris modern.
Menanggapi hasil tersebut, pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn kemudian mengajukan pelaksanaan pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan May. Pemungutan suara akan dilakukan pada hari ini.
Kini, ada kemungkinan May akan dilengserkan dari posisinya dan membuat Partai Buruh mengambil alih pemerintahan. Memang, Jika Corbyn berhasil mengokohkan diri menjadi perdana menteri, diyakini bahwa Uni Eropa akan mau membuka kembali negosiasi lantaran pemerintahan sudah berganti dengan yang baru. Ada harapan bahwa Brexit bisa berjalan dengan mulus.
Namun, ketidakpastian yang menyelimutinya juga masih besar. Investor memilih bermain defensif karenanya.
Selain itu, risiko juga datang dari komentar Gubernur European Central Bank (ECB) Mario Draghi. Berbicara di hadapan Parlemen Eropa, Draghi mengatakan bahwa perekonomian zona euro telah secara mengagetkan melemah seiring dengan tekanan yang berasal dari luar blok mata uang euro tersebut, seperti perlambatan ekonomi China.
Beralih ke Negeri Paman Sam, kisruh terkait dengan penutupan sebagian pemerintahan AS (partial government shutdown) membuat instrumen berisiko seperti saham dilepas investor. Hingga kini, terhitung sudah 25 hari pemerintahan AS berjalan dengan pincang, menjadikannya yang terpanjang di era modern.
Shutdown kali ini terjadi lantaran partai Republik dan Demokrat tak mampu menyepakati anggaran belanja negara, seiring dengan adanya ketidaksepahaman mengenai anggaran untuk pembangunan infrastruktur perbatasan AS-Meksiko.
Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda partai Republik dan Demokrat akan berkompromi untuk membuat pemerintahan AS dibuka kembali.
Namun, IHSG dengan cepat pula kembali ke zona hijau. Hingga akhir sesi 1 perdagangan Rabu (16/1/2019), IHSG menguat 0,19% ke level 6.420,9.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,49 triliun dengan volume sebanyak 8 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 279.535 kali.
IHSG menguat ditengah-tengah koreksi mayoritas bursa saham utama kawasan Asia: indeks Nikkei turun 0,59%, indeks Shanghai turun 0,06%, dan indeks Hang Seng turun 0,25%.
Pelaku pasar dipaksa bermain defensif seiring dengan risiko yang datang dari kondisi politik di Inggris yang kian runyam. Pada dini hari tadi, proposal Brexit yang diusung pemerintahan Perdana Menteri Theresa May ditolak oleh parlemen dengan hasil 432 berbanding 202. Ini adalah kekalahan pemerintah terbesar dalam sejarah Inggris modern.
Menanggapi hasil tersebut, pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn kemudian mengajukan pelaksanaan pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan May. Pemungutan suara akan dilakukan pada hari ini.
Kini, ada kemungkinan May akan dilengserkan dari posisinya dan membuat Partai Buruh mengambil alih pemerintahan. Memang, Jika Corbyn berhasil mengokohkan diri menjadi perdana menteri, diyakini bahwa Uni Eropa akan mau membuka kembali negosiasi lantaran pemerintahan sudah berganti dengan yang baru. Ada harapan bahwa Brexit bisa berjalan dengan mulus.
Namun, ketidakpastian yang menyelimutinya juga masih besar. Investor memilih bermain defensif karenanya.
Selain itu, risiko juga datang dari komentar Gubernur European Central Bank (ECB) Mario Draghi. Berbicara di hadapan Parlemen Eropa, Draghi mengatakan bahwa perekonomian zona euro telah secara mengagetkan melemah seiring dengan tekanan yang berasal dari luar blok mata uang euro tersebut, seperti perlambatan ekonomi China.
Beralih ke Negeri Paman Sam, kisruh terkait dengan penutupan sebagian pemerintahan AS (partial government shutdown) membuat instrumen berisiko seperti saham dilepas investor. Hingga kini, terhitung sudah 25 hari pemerintahan AS berjalan dengan pincang, menjadikannya yang terpanjang di era modern.
Shutdown kali ini terjadi lantaran partai Republik dan Demokrat tak mampu menyepakati anggaran belanja negara, seiring dengan adanya ketidaksepahaman mengenai anggaran untuk pembangunan infrastruktur perbatasan AS-Meksiko.
Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda partai Republik dan Demokrat akan berkompromi untuk membuat pemerintahan AS dibuka kembali.
Next Page
Angin Segar dari China Selamatkan IHSG
Pages
Most Popular