Soft Brexit dan China Redakan Luka Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 January 2019 12:30
<i>Soft Brexit</i> dan China Redakan Luka Rupiah
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot hingga tengah hari ini. Dolar AS pun kembali ke level Rp 14.100. 

Pada Rabu (16/1/2018) pukul 12:01 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.115. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Mengawali hari, rupiah sudah melemah 0,14%. Selepas itu, pelemahan rupiah semakin dalam hingga ke kisaran 0,4%. 


Jelang tengah hari, depresiasi rupiah perlahan berkurang. Namun memang masih belum bisa lepas dari zona merah. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Seperti rupiah yang mulai membaik, mayoritas mata uang Asia kini sudah menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning yang masih tertinggal di area depresiasi adalah yuan China, dolar Hong Kong, ringgit Malaysia, dan peso Filipina. 

Rupiah pun bukan lagi menjadi mata uang terlemah di Asia. Peso Filipina kini menduduki peringkat terbawah, disusul oleh rupiah dan ringgit. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:09 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya investor mulai kembali berani masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang Asia seiring kepastian yang perlahan mulai terlihat di Inggris. Dini hari tadi, parlemen Inggris menolak proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May, sesuatu yang sempat membuat pasar penuh dengan kegamangan. 

Namun kabut ketidakpastian mulai hilang. Menurut seorang sumber, mengutip Reuters, para anggota parlemen sedang merumuskan penundaan Brexit. Hal itu terungkap usai Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond, Menteri Urusan Bisnis Inggris Greg Clark, dan Menteri Urusan Bexit Inggris Stephen Barclay melakukan conference call dengan para pengusaha. 

"Sedang ada persiapan untuk menunda Artikel 50 (pemisahan Inggris dari Uni Eropa). Kita harus menunggu bagaimana perkembangan di gedung parlemen," ungkap sang sumber, yang ikut dalam conference call tersebut. 

Oleh karena itu, investor mulai berharap Inggris bisa mendapatkan soft Brexit. Artinya, proses perceraian dengan Uni Eropa bisa terjadi dengan lancar dan baik-baik dengan adanya penundaan. Inggris akan punya waktu lebih banyak untuk merumuskan cara terbaik berpisah dengan Uni Eropa. 

Selain soft Brexit, pelaku pasar juga semringah karena data ekonomi China yang ciamik. Harga properti residensial China pada Desember 2018 naik 9,7% year-on-year (YoY), lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 9,3% YoY. 

Masih dari China, perbankan Negeri Tirai Bambu tetap getol menyalurkan kredit. Penyaluran kredit baru pada Desember 2018 tercatat CNY 1,08 triliun, lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu CNY 800 miliar. 

Sepanjang 2018, penyaluran kredit baru di China mencapai CNY 16,17 triliun. Naik hampir 20% dibandingkan 2017. 

Data ini memberi harapan bahwa ekonomi China tidak akan terlalu melambat. Laju pertumbuhan ekonomi 6-6,5% yang menjadi target pemerintah untuk 2019 masih bisa tercapai, perlambatan yang tidak terlalu tajam dibandingkan 2018 yang diperkirakan 6,6%. 

China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jika ekonomi China tetap kokoh, maka negara-negara lain juga akan tangguh termasuk Indonesia. Sebab, China adalah negara yang sangat penting bagi Indonesia.

China merupakan negara tujuan ekspor utama, di mana sepanjang 2018 ekspor non-migas ke Negeri Panda tercatat US$ 24,39 miliar atau 15% dari total ekspor non-migas. Kalau ekonomi China masih kuat, maka permintaan produk-produk made in Indonesia akan tetap tinggi. Artinya, ekspor Indonesia akan meningkat dan menopang pertumbuhan ekonomi.

Harapan akan soft Brexit dan data ekonomi China yang positif membawa energi bagi rupiah. Walau belum mampu menguat, setidaknya 'luka' rupiah agak mereda.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular