
Bukan Awal Pekan Bahagia: Rupiah Terlemah Se-Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 January 2019 16:44

Sementara dari dalam negeri, faktor pertama yang berperan menyeret rupiah ke zona merah adalah penguatannya yang sudah terlampau tajam. Dalam sebulan terakhir, rupiah sudah menguat 3,15%.
Ini membuat rupiah rentan terserang koreksi teknikal. Penguatan rupiah yang sedemikian tajam membuat investor merasa tergoda untuk mencairkan laba. Aksi jual membayangi rupiah, sehingga rentan mengalami depresiasi.
Kedua, investor juga kemungkinan mengantisipasi data perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2018 yang akan dirilis besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 1,81% YoY. Kemudian impor tumbuh lebih cepat yaitu 6,345% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 968 juta.
Jika neraca perdagangan Desember kembali defisit, maka akan mencatat hattrick karena neraca ini juga tekor pada Oktober dan November. Artinya sepanjang kuartal IV-2018, neraca perdagangan akan selalu negatif.
Apabila neraca perdagangan kembali negatif pada Desember, maka hampir bisa dipastikan transaksi berjalan (current account) akan negatif cukup dalam pada kuartal IV-2018. Ini tentu menjadi kabar buruk buat rupiah, karena fundamental penyokong mata uang ini menjadi rapuh. Minimnya pasokan devisa berjangka panjang dari ekspor-impor barang dan jasa membuat mata uang ini rentan 'digoyang'.
Sentimen negatif yang bererot itu membuat rupiah harus pasrah terjebak di zona merah. Tidak sekadar melemah, rupiah pun menjadi mata uang terlemah di Asia. Bukan hal enak untuk memulai pekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Ini membuat rupiah rentan terserang koreksi teknikal. Penguatan rupiah yang sedemikian tajam membuat investor merasa tergoda untuk mencairkan laba. Aksi jual membayangi rupiah, sehingga rentan mengalami depresiasi.
Kedua, investor juga kemungkinan mengantisipasi data perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2018 yang akan dirilis besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 1,81% YoY. Kemudian impor tumbuh lebih cepat yaitu 6,345% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 968 juta.
Apabila neraca perdagangan kembali negatif pada Desember, maka hampir bisa dipastikan transaksi berjalan (current account) akan negatif cukup dalam pada kuartal IV-2018. Ini tentu menjadi kabar buruk buat rupiah, karena fundamental penyokong mata uang ini menjadi rapuh. Minimnya pasokan devisa berjangka panjang dari ekspor-impor barang dan jasa membuat mata uang ini rentan 'digoyang'.
Sentimen negatif yang bererot itu membuat rupiah harus pasrah terjebak di zona merah. Tidak sekadar melemah, rupiah pun menjadi mata uang terlemah di Asia. Bukan hal enak untuk memulai pekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular