
Rupiah Boleh Ngerem, Tapi Masih Nomor 1 di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 January 2019 10:31

Namun apresiasi rupiah yang agak berkurang perlu diwaspadai. Sebab, ada faktor yang bisa membuat investor menjauhi pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Biro Statistik China menyebutkan, inflasi di tingkat produsen (PPI) pada Desember 2018 sebesar 0,9% year-on-year (YoY). Ini merupakan laju paling lambat sejak September 2016.
Sementara inflasi di tingkat konsumen (CPI) tercatat 1,9% YoY. Lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters yaitu 2,1% YoY.
Kemudian China Passenger Car Association merilis data penjualan mobil di China sepanjang 2018 sebanyak 22,35 juta unit. Turun 5,8% dibandingkan tahun sebelumnya, penurunan pertama sejak 1992.
Data-data tersebut memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu bukan sekadar mitos. Baik produsen maupun konsumen sama-sama kurang agresif bin ekspansif.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Apabila ekonomi China melambat, maka dampaknya akan menyebar ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Ekspor China bisa saja berkurang karena penurunan permintaan domestik. Penurunan ekspor China akan sangat mempengaruhi Indonesia, karena China adalah negara tujuan ekspor nomor 1.
Data Badan Pusat Startistik (BPS) menunjukkan, sepanjang Januari-November 2018, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China adalah US% 22,7 miliar. Porsinya mencapai 15,12% dari total ekspor non-migas.
Jika ekspor Indonesia melambat gara-gara penurunan permintaan China, maka pertumbuhan ekonomi nasional juga ikut terhambat. Sentimen negatif ini bisa menjadi beban bagi laju rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Biro Statistik China menyebutkan, inflasi di tingkat produsen (PPI) pada Desember 2018 sebesar 0,9% year-on-year (YoY). Ini merupakan laju paling lambat sejak September 2016.
Sementara inflasi di tingkat konsumen (CPI) tercatat 1,9% YoY. Lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters yaitu 2,1% YoY.
Data-data tersebut memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu bukan sekadar mitos. Baik produsen maupun konsumen sama-sama kurang agresif bin ekspansif.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Apabila ekonomi China melambat, maka dampaknya akan menyebar ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Ekspor China bisa saja berkurang karena penurunan permintaan domestik. Penurunan ekspor China akan sangat mempengaruhi Indonesia, karena China adalah negara tujuan ekspor nomor 1.
Data Badan Pusat Startistik (BPS) menunjukkan, sepanjang Januari-November 2018, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China adalah US% 22,7 miliar. Porsinya mencapai 15,12% dari total ekspor non-migas.
Jika ekspor Indonesia melambat gara-gara penurunan permintaan China, maka pertumbuhan ekonomi nasional juga ikut terhambat. Sentimen negatif ini bisa menjadi beban bagi laju rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular