
Rupiah Menguat, Harga Obligasi Masih Terkoreksi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 January 2019 10:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah masih terkoreksi pada awal perdagangan hari ini meskipun penguatan rupiah mulai terjadi pagi ini di tengah pelemahan dolar AS.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling terkoreksi adalah FR0078 bertenor 10 tahun yang mengalami kenaikan yield sebesar 6,1 basis poin (bps) menjadi 7,95%.
Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri 15 tahun dan 20 tahun juga terkoreksi menjadi 8,27% dan 8,35%, sedangkan tenor 5 tahun masih menguat.
Sumber: Refinitiv
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dalam risetnya pagi ini memprediksi pasar obligasi baru akan menguat pada tengah perdagangan hingga penutupan.
Menurut dia, penguatan pasar obligasi dapat terjadi akibat koreksi dolar AS yang kemungkinan akan didorong pidato Donald Trump terkait dengan tembok Meksiko yang dapat memperpanjang masa penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahannya.
Dhian menilai koreksi yang terjadi pada akhir perdagangan obligasi kemarin disebabkan sentimen negatif dari pernyataan hawkish salah satu anggota FOMC yaitu Raphael Bostic yang memperkirakan satu kali kenaikan suku bunga acuan The Fed (FFR) di tahun ini.
Pernyataan itu berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar (tercermin dari probabilitas CME Fedwatch Tools) yang memprediksi tidak ada kenaikan FFR tahun ini.
Menurut Dhian, pernyataan hawkish dari Bostic tersebut juga menjadi salah satu faktor rupiah akhirnya mengakhiri tren penguatan terhadap dolar AS (yang pada akhirnya memicu pelemahan harga SUN di pasar sekunder) pada perdagangan terakhir.
Pagi ini USDX atau Dollar Index turun 0,08% ke 95,826, yang diringi penguatan 0,16% menjadi Rp 14.118 per dolar AS.
Di pasar obligasi negara berkembang, penguatan hanya terjadi di pasar India dan Rusia, selebihnya masih terkoreksi.
Kondisi ini mencerminkan masih kuatnya sentimen positif global sehingga pelaku pasar masih menyasar instrumen yang berisiko serta menawarkan return tinggi.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling terkoreksi adalah FR0078 bertenor 10 tahun yang mengalami kenaikan yield sebesar 6,1 basis poin (bps) menjadi 7,95%.
Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri 15 tahun dan 20 tahun juga terkoreksi menjadi 8,27% dan 8,35%, sedangkan tenor 5 tahun masih menguat.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Jan 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 8 Jan 2019 (%) | Yield 9 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 8 Jan'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.868 | 7.857 | -1.10 | 7.82 |
FR0078 | 10 tahun | 7.894 | 7.955 | 6.10 | 7.862 |
FR0068 | 15 tahun | 8.256 | 8.275 | 1.90 | 8.1788 |
FR0079 | 20 tahun | 8.339 | 8.356 | 1.70 | 8.2638 |
Avg movement | 2.15 |
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dalam risetnya pagi ini memprediksi pasar obligasi baru akan menguat pada tengah perdagangan hingga penutupan.
Menurut dia, penguatan pasar obligasi dapat terjadi akibat koreksi dolar AS yang kemungkinan akan didorong pidato Donald Trump terkait dengan tembok Meksiko yang dapat memperpanjang masa penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahannya.
Dhian menilai koreksi yang terjadi pada akhir perdagangan obligasi kemarin disebabkan sentimen negatif dari pernyataan hawkish salah satu anggota FOMC yaitu Raphael Bostic yang memperkirakan satu kali kenaikan suku bunga acuan The Fed (FFR) di tahun ini.
Pernyataan itu berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar (tercermin dari probabilitas CME Fedwatch Tools) yang memprediksi tidak ada kenaikan FFR tahun ini.
Menurut Dhian, pernyataan hawkish dari Bostic tersebut juga menjadi salah satu faktor rupiah akhirnya mengakhiri tren penguatan terhadap dolar AS (yang pada akhirnya memicu pelemahan harga SUN di pasar sekunder) pada perdagangan terakhir.
Pagi ini USDX atau Dollar Index turun 0,08% ke 95,826, yang diringi penguatan 0,16% menjadi Rp 14.118 per dolar AS.
Di pasar obligasi negara berkembang, penguatan hanya terjadi di pasar India dan Rusia, selebihnya masih terkoreksi.
Kondisi ini mencerminkan masih kuatnya sentimen positif global sehingga pelaku pasar masih menyasar instrumen yang berisiko serta menawarkan return tinggi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 8 Jan 2019 (%) | Yield 9 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.14 | 9.14 | 0.00 |
China | 3.148 | 3.152 | 0.40 |
Jerman | 0.23 | 0.225 | -0.50 |
Perancis | 0.736 | 0.734 | -0.20 |
Inggris | 1.271 | 1.271 | 0.00 |
India | 7.507 | 7.454 | -5.30 |
Italia | 2.965 | 2.963 | -0.20 |
Jepang | 0.056 | 0.027 | -2.90 |
Malaysia | 3.577 | 4.077 | 50.00 |
Filipina | 6.867 | 6.867 | 0.00 |
Rusia | 8.69 | 8.65 | -4.00 |
Singapura | 2.24 | 2.277 | 3.70 |
Thailand | 2.58 | 2.59 | 1.00 |
Turki | 16.18 | 16.18 | 0.00 |
Amerika Serikat | 2.715 | 2.73 | 1.50 |
Afrika Selatan | 8.82 | 8.82 | 0.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular