
Data Domestik Bawa Terbang Harga Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 January 2019 10:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali terbang pada awal perdagangan hari ini di tengah kondusifnya damai dagang dan didukung data domestik yang positif bagi pelaku pasar.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling menguat adalah FR0079 dengan penurunan yield 11,4 basis poin (bps) menjadi 8,27%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yaitu 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun juga menguat dan yield-nya berada pada 7,77%, 7,84%, dan 8,2%.
Hari ini, rapat kesepakatan damai dagang China-AS akan rampung dan dalam perkembangannya kedua perwakilan positif dan optimistis terhadap hasilnya.
Dari dalam negeri, data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan cadangan devisa juga menunjukkan perbaikan di mana IKK naik 4,3 menjadi 127 dan devisa valas naik menjadi US$ 120,7 miliar dari sebelumnya US$ 117,21 miliar.
Penguatan juga terjadi menjelang lelang surat berharga syariah negara (SBSN) nanti siang yang memiliki target penerbitan indikatif Rp 8 triliun.
Biasanya, pelaku pasar melakukan aksi jual untuk menurunkan harga dan menaikkan yield sehingga berpotensi memengaruhi keputusan lelang.
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Jan 2019
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 514 bps, menyempit dari posisi kemarin 525 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,7% dari posisi kemarin 2,63% yang dapat dijadikan indikator bahwa investor global sedang menikmati periode risk-on ketika kondisi kondusif seperti sekarang ini.
Mode risk-on membuat investor meminati instrumen keuangan yang lebih berisiko tetapi juga menawarkan return yang lebih tinggi.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 891,68 triliun SBN, atau 37,81% dari total beredar Rp 2.358 triliun berdasarkan data per 4 Januari 2019.
Angka kepemilikannya sudah negatif Rp 1,57 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, tetapi persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Kondisi tersebut terjadi karena ada surat utang yang jatuh tempo karena turunnya nilai SBN beredar. Penguatan di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun 0,04% menjadi 6.284 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah masih menguat 0,25% menjadi Rp 14.050 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS tidak seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,15% menjadi 95,810.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pasar obligasi yang menguat hanya di China, Rusia, Afsel, dan Indonesia.
Di negara maju, pasar obligasi yang menguat adalah pasar OAT Perancis dan gilts Inggris.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling menguat adalah FR0079 dengan penurunan yield 11,4 basis poin (bps) menjadi 8,27%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yaitu 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun juga menguat dan yield-nya berada pada 7,77%, 7,84%, dan 8,2%.
Hari ini, rapat kesepakatan damai dagang China-AS akan rampung dan dalam perkembangannya kedua perwakilan positif dan optimistis terhadap hasilnya.
Dari dalam negeri, data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan cadangan devisa juga menunjukkan perbaikan di mana IKK naik 4,3 menjadi 127 dan devisa valas naik menjadi US$ 120,7 miliar dari sebelumnya US$ 117,21 miliar.
Penguatan juga terjadi menjelang lelang surat berharga syariah negara (SBSN) nanti siang yang memiliki target penerbitan indikatif Rp 8 triliun.
Biasanya, pelaku pasar melakukan aksi jual untuk menurunkan harga dan menaikkan yield sehingga berpotensi memengaruhi keputusan lelang.
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Jan 2019
Seri | Jatuh tempo | Yield 7 Jan 2019 (%) | Yield 8 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 7 Jan'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.797 | 7.775 | -2.20 | 7.7709 |
FR0078 | 10 tahun | 7.89 | 7.843 | -4.70 | 7.8387 |
FR0068 | 15 tahun | 8.275 | 8.209 | -6.60 | 8.1695 |
FR0079 | 20 tahun | 8.39 | 8.276 | -11.40 | 8.2967 |
Avg movement | -6.23 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 514 bps, menyempit dari posisi kemarin 525 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,7% dari posisi kemarin 2,63% yang dapat dijadikan indikator bahwa investor global sedang menikmati periode risk-on ketika kondisi kondusif seperti sekarang ini.
Mode risk-on membuat investor meminati instrumen keuangan yang lebih berisiko tetapi juga menawarkan return yang lebih tinggi.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 891,68 triliun SBN, atau 37,81% dari total beredar Rp 2.358 triliun berdasarkan data per 4 Januari 2019.
Angka kepemilikannya sudah negatif Rp 1,57 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, tetapi persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Kondisi tersebut terjadi karena ada surat utang yang jatuh tempo karena turunnya nilai SBN beredar. Penguatan di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun 0,04% menjadi 6.284 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah masih menguat 0,25% menjadi Rp 14.050 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS tidak seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,15% menjadi 95,810.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pasar obligasi yang menguat hanya di China, Rusia, Afsel, dan Indonesia.
Di negara maju, pasar obligasi yang menguat adalah pasar OAT Perancis dan gilts Inggris.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 7 Jan 2019 (%) | Yield 8 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.17 | 9.18 | 1.00 |
China | 3.169 | 3.163 | -0.60 |
Jerman | 0.216 | 0.224 | 0.80 |
Perancis | 0.724 | 0.721 | -0.30 |
Inggris | 1.258 | 1.255 | -0.30 |
India | 7.448 | 7.508 | 6.00 |
Italia | 2.903 | 2.929 | 2.60 |
Jepang | -0.015 | 0.002 | 1.70 |
Malaysia | 4.081 | 4.082 | 0.10 |
Filipina | 6.905 | 6.905 | 0.00 |
Rusia | 8.69 | 8.64 | -5.00 |
Singapura | 2.178 | 2.236 | 5.80 |
Thailand | 2.5 | 2.59 | 9.00 |
Turki | 15.92 | 15.92 | 0.00 |
Amerika Serikat | 2.682 | 2.7 | 1.80 |
Afrika Selatan | 8.85 | 8.77 | -8.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular