Data Ekonomi Asia Memble, Rupiah Jadi Korban PHP

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 January 2019 09:28
Data Ekonomi Asia <i>Memble</i>, Rupiah Jadi Korban PHP
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sempat menguat kini kembali melemah. Rupiah sepertinya tidak mampu membendung sentimen negatif yang masih memayungi perekonomian dunia, khususnya Asia. 

Pada Kamis (3/1/2019) pukul 09:21 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.485 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat tipis 0,03%. Penguatan rupiah bahkan sempat menebal ke 0,1%. Namun ternyata penguatan tersebut sangat fana, rupiah pun menjadi korban harapan palsu.


Melihat situasi mata uang negara Asia lain, wajar apabila rupiah tidak mampu bertahan lama di zona hijau. Mayoritas mata uang Benua Kuning memang melemah di hadapan dolar AS, menyisakan yen Jepang yang menguat sendirian. 

Yen kini menjadi tujuan utama investor. Mata uang Negeri Matahari Terbit memang sudah lama dikenal sebagai aset aman (safe haven). 

Meski masih dilanda stagnasi ekonomi, tetapi pasar keuangan Jepang menjanjikan stabilitas. Sebab, mayoritas investor di sana adalah pemain lokal yang artinya tidak mudah terguncang saat terjadi pembalikan arus modal oleh investor asing. 

Di pasar surat utang pemerintah, misalnya, per akhir 2017 pemilik mayoritas adalah Bank Sentral Jepang (BoJ) dengan porsi 41,1%. Disusul oleh perbankan domestik (19,3%), asuransi domestik (18,8%), dan dana pensiun domestik (4,2%). 

Tidak heran yen dijadikan payung ketika investor menilai akan ada badai di perekonomian global. Tingginya minat terhadap yen membuat mata uang ini menguat di kisaran 1% terhadap greenback. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:21 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya data-data ekonomi Asia yang memble masih membebani pasar keuangan Benua Kuning. Teranyar, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur di India versi IHS Markit pada Desember tercatat 53,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54. 

Kemudian penjualan properti di Thailand juga diperkirakan tumbuh melambat. Mengutip Bangkok Post, Real Estate Information Center (REIC) Thailand memperkirakan pertumbuhan penjualan properti residensial di wilayah Bangkok Raya pada semester I-2019 sebesar 4,5%. Berada di bawah rata-rata semester-I selama 5 tahun terakhir yaitu 4,6%. 

Kemarin, data-data kurang oke juga bertebaran di Asia. Angka PMI China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis.  

Kemudian dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng.  

Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012.  

Sementara angka PMI Taiwan versi Nikkei pada Desember berada di 47,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 48,4. Angka ini menjadi yang terendah sejak September 2015.

Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY.  

Oleh karena itu, sepertinya ancaman perlambatan ekonomi di Asia semakin nyata. Tidak heran investor kemudian berbondong-bondong keluar dari Asia dan mencari tempat perlindungan, dan yen menjadi pilihan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular