Pendorong Inflasi Tertinggi Sepanjang 2018: Bahan Pangan!

Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
02 January 2019 14:45
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (2/1/2019) merilis data inflasi tahun 2018 yang mencatatkan angka sebesar 3,13%.
Foto: Ilustrasi Pasar (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (2/1/2019) merilis data inflasi tahun 2018 yang mencatatkan angka sebesar 3,13%. Data tersebut sedikit berada di atas ekspektasi pasar yang berhasil dihimpun oleh CNBC Indonesia, yakni sebesar 3,04%.

Bahan makanan menjadi komponen yang paling berpengaruh terhadap laju inflasi 2018, dengan andil sebesar 0,68%. Selain itu tingkat inflasi bahan makanan pada tahun 2018, yaitu sebesar 3,41%, merupakan kelompok inflasi yang meningkat paling banyak dari tahun lalu. Sebagai informasi, laju inflasi kelompok bahan makanan di tahun 2017 hanya sebesar 1,26%.

Aktor utama dalam kelompok bahan makanan yang mendongkrak inflasi 2018 dilakoni oleh sub-kelompok Beras dengan andil sebesar 0,13%, disusul oleh daging ayam ras dengan andil 0,12%, dan ikan segar dengan andil 0,1%.

Pendorong Inflasi Tertinggi Sepanjang 2018: Bahan Pangan!Foto: Inflasi Kelompok Pengeluaran


Harga beras memang sempat menjadi momok pada kuartal I-2018. Pasalnya sejak awal tahun, stok beras sempat menipis yang berakibat pada kenaikan harga beras hingga mencapai puncaknya pada Februari 2018.

Tingginya harga beras pada saat itu membuat pemerintah memutuskan untuk melakukan impor sebesar 500.000 ton beras dari Vietnam, Thailand, India, dan Pakistan.

Kombinasi kenaikan harga dan tingkat konsumsinya yang tinggi, sukses membuat sub-kelompok beras menduduki posisi kedua (0,13%) dalam andil inflasi tahun 2018.

Laju inflasi pada sub-kelompok Daging Ayam Ras juga termasuk yang paling berpengaruh pada inflasi tahun 2018. Menduduki peringkat ke-4, andil daging ayam ras sebesar 0,12% membawanya masuk ke dalam 10 komoditas yang dominan terhadap inflasi nasional 2018. Padahal pada 2017 silam, sub-kelompok ini tidak masuk pada jajaran 10 besar.

Anjloknya nilai rupiah di hadapan greenback menjadi faktor yang melatarbelakangi meningkatnya inflasi pada sub-kelompok Daging Ayam Ras.
Pasalnya, ampas makanan untuk pakan ternak ternyata diimpor dengan jumlah besar (mencapai US$ 2,93 miliar pada 2017).

Akibatnya, biaya produksi peternak pun meningkat dan mendongkrak harga produk-produk peternakan yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari seperti telur, sayur-sayuran, dan daging ayam.

Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi. "Harga pakan naik yang disebabkan dolar menguat. Kenaikan harga konsentrat pakan ini mencapai Rp 100-150 per kilogram," ujar Agung Hendriadi kepada CNBC Indonesia, pada Mei 2018.

Sebaliknya, inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar pada tahun 2018 turun paling dalam ke posisi 2,43% dari 5,14% pada tahun 2017.

Penghapusan subsidi tarif listrik terhadap pelanggan daya 900 Volt Ampere (VA) yang dikategorikan rumah tangga mampu (RTM) pada tahun 2017 membuat tingkat inflasi kelompok ini cukup tinggi pada tahun tersebut. Benar saja, sub-kelompok tarif listrik menjadi komponen yang paling berpengaruh pada inflasi tahun 2017 (andil inflasi 0,8%).

Turunnya tingkat inflasi yang cukup jauh pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menjadi hal yang wajar mengingat pada tahun ini tarif dasar listrik untuk semua golongan (900 VA, 1200 VA, 2200 VA, dan 5000 VA) sama sekali tidak mengalami kenaikan.


(dru) Next Article Cabai Merah Sampai Tiket Pesawat Jadi Biang Kerok Inflasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular