Buka-bukaan Bos BI Soal Ekonomi RI sampai Shutdown AS

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
02 January 2019 14:36
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka-bukaan mengenai kondisi perekonomian Indonesia.
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka-bukaan mengenai kondisi perekonomian Indonesia. Selain itu, bos bank sentral ini pun berbicara mengenai sentimen dari ditutupnya pemerintahan AS di bawah Donald Trump.

Hal ini dikemukakan Perry Warjiyo usai menggelar silaturrahim bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ratusan pelaku ekonomi di kompleks bank sentral Rabu (2/1/2018).

Secara keseluruhan, kinerja ekonomi domestik pada tahun ini diperkirakan akan tumbuh positif disertai dengan stabilitas yang tetap terjaga. Realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini, diperkirakan tumbuh 5,2%.

"Secara keseluruhan lebih tinggi atau lebih baik daripada estimasi di 2018. Perkiraan kami 5,1%," tegas Perry.

"Yang perlu ditegaskan, adalah sumber pertumbuhan ekonomi dari domestik itu cukup kuat. Baik dari konsumsi maupun investasi. Konsumsi bisa mencapai 5,2%, investasi 7%," jelasnya.

Namun, Perry tak memungkiri, Indonesia akan tetap dihadapkan pada masalah dari sisi kinerja ekspor dan impor yang diperkirakan masih negatif. Hal ini, akan berdampak pada neraca transaksi berjalan.

Pada tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan masih ada di sekitar 3% di produk domestik bruto (PDB). Namun pada tahun depan, bank sentral memperkirakan defisit transaksi berjalan turun di 2,5% dari PDB.



Adapun untuk inflasi, bank sentral memperkirakan akan tetap stabil di kisaran 3,5% plus minus 1%, dengan titik tengah 3,5%. Hal ini sejalan dengan terjaganya inflasi sepanjang tahun ini yang di bawah target.

"Sementara itu, pertumbuhan kredit di kisaran 10-12%, pertumbuhan dana pihak ketiga 8-10% pertumbuhannya. Kami akan pastikan likuiditas perbankan cukup," tegasnya.

Selain berbicara mengenai prospek kinerja ekonomi Indonesia, mantan Deputi Gubernur BI itu pun ikut buka suara mengenai dampak dari tutupnya pemerintahan AS, terutama dampak terhadap Indonesia.

"Dampaknya ada dua hal. Tidak adanya stimulus fiskal ini akan menyebabkan juga geliat ekonomi AS tidak setinggi sebelumnya. Diperkirakan 2019 ekonomi AS akan turun dari 2,5% menjadi 2%," jelasnya.

"Yang kedua, akan menurunkan confidence pasar terhadap kinerja ekonomi AS ke depannya. Makanya terjadi koreksi di harga saham, yang kemudian berdampak," tegasnya.

BI juga masih mencermati kabar terkini dari perundingan perang dagang antara AS dan China. Pasalnya, ketegangan kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu dalam beberapa bulan terakhir menjadi sentimen negatif.

"Tapi berita positifnya ada tanda-tanda perundingan perdagangan. Semoga itu tidak memperburuk situasi dan keuangan global," tegasnya.

Maka dari itu, arah kebijakan moneter BI tahun ini akan tetap mengedepankan stabilitas, Namun, Perry menegaskan BI akan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai instrumen.





(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular