Data Ekonomi Asia Melempem, Rupiah Tambah Lemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 January 2019 09:42
Data Ekonomi Asia Melempem, Rupiah Tambah Lemah
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Data-data ekonomi Asia yang melempem semakin menambah beban rupiah. 

Pada Rabu (2/1/2019) pukul 09:21 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.460 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,59% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru. 

Mengawali perdagangan pasar spot, rupiah melemah 0,31%. Selepas itu, depresiasi rupiah semakin dalam. 


Rupiah senasib dengan mata uang utama Asia yang juga terdepresiasi di hadapan dolar AS. Bahkan baht Thailand melemah sampai di kisaran 1%. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 09:22 WIB: 

 

Rilis data-data ekonomi di Asia membebani rupiah cs. Dari China, aktivitas industri mengalami kontraksi untuk kali pertama sejak Mei 2017. 

Angka Purchasing Managers Index (PMI) versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis. 

Kemudian dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng. 

Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012. 

Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% year-on-year (YoY). Lebih lambat dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 2,3% YoY. 

Berbagai data yang kurang menggembirakan itu membuat pelaku pasar menghindari Asia. Akibatnya mata uang Benua Kuning tidak bisa berbicara banyak di hadapan dolar AS. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari dalam negeri, sentimen yang ada sejatinya agak mixed. Saat PMI di negara-negara tetangga turun, di Indonesia malah naik. 

Pada Desember 2018, angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Indonesia ada di 51,2. Tidak cuma menggambarkan optimisme di kalangan dunia usaha, angka ini juga menjadi yang terbaik sejak empat bulan terakhir. 

Sentimen berikutnya adalah investor menantikan rilis data inflasi Desember 2018. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan laju inflasi tahunan  pada Desember 2018 sebesar 3,04%. Inflasi YoY pada Desember akan sama dengan inflasi sepanjang tahun kalender (year-to-date/YtD).  


Apabila realisasinya nanti sesuai dengan ekspektasi pasar, maka laju inflasi Indonesia akan melambat lumayan signifikan. Tahun lalu, inflasi tercatat 3,61%. 

Laju inflasi yang bisa dijaga di kisaran 3% selama 4 tahun terakhir bisa menjadi sentimen positif di pasar. Inflasi yang terkendali maka artinya nilai uang tidak tergerus signifikan. Nilai investasi pun bisa relatif aman. 

Namun ada sentimen yang menghantui rupiah yaitu risiko ambil untung (profit taking). Selama periode 30 Oktober-31 Desember 2018, rupiah sudah menguat tajam yaitu mencapai 5,56%. 

Penguatan yang sudah begitu tajam selama 2 bulan terakhir tentu membuat sebagian investor tergoda untuk mencairkan keuntungan. Rupiah pun rawan 'digoyang' sehingga koreksi adalah sebuah keniscayaan.   


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular