Rawan 'Digoyang', Rupiah Melemah di Awal 2019

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 January 2019 08:40
Rawan 'Digoyang', Rupiah Melemah di Awal 2019
Ilustrasi Demonstrasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan perdana pasar spot valas pada 2019. Penguatan rupiah yang sudah berlangsung cukup lama membuat mata uang ini rentan 'digoyang'. 

Pada Rabu (2/1/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.420 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah bertambah dalam. Pada pukul 08:11 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.430 di mana rupiah melemah 0,38%. 

Awal pekan ini, rupiah mampu menguat 1,24% terhadap greenback. Selama periode 30 Oktober-31 Desember 2018, rupiah sudah menguat tajam yaitu mencapai 5,56%. 


Oleh karena itu, posisi rupiah menjadi rentan terkena ambil untung (profit taking). Penguatan yang sudah begitu tajam selama 2 bulan terakhir tentu membuat sebagian investor tergoda untuk mencairkan keuntungan. Rupiah pun rawan 'digoyang' sehingga koreksi adalah sebuah keniscayaan. 

 

Namun sebenarnya rupiah tidak sendiri. Pagi ini, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah terhadap dolar AS. Bahkan beberapa di antaranya melemah cukup dalam seperti peso Filipina dan baht Thailand. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya pelaku pasar masih mencari posisi pada awal perdagangan 2019. Investor ingin mencari kejelasan soal arah perekonomian tahun ini, yang sepertinya masih lumayan menantang. 

Tantangan pertama adalah pemerintahan AS yang masih tutup sebagian (partial shutdown). Presiden Donald Trump dan legislatif belum menemui kata sepakat soal anggaran 2019. 

Trump menginginkan anggaran US$ 5 miliar untuk peningkatan pengamanan di perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko (The Wall). Namun kubu oposisi Partai Demokrat yang kini menguasai mayoritas kursi di House of Representatives tidak setuju dengan program tersebut. Keduanya masih sama-sama ngotot, sehingga pemerintahan AS tidak punya anggaran kecuali di fungsi-fungsi vital. 


Sambil menunggu perkembangan dari Washington, investor tentu harap-harap cemas. Akibatnya, investor memilih bermain akan dan aliran modal belum masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang Asia sehingga mata uang Benua Kuning cenderung melemah. 

Tantangan kedua adalah prospek perekonomian global yang suram pada 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% menjadi 3,7% untuk tahun ini. Bank Dunia bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya 3%, melambat dari 2018 yang diperkirakan 3,1%. 

Investor masih mencari petunjuk berikutnya, karena 2019 memang baru berumur 2 hari. Sambil mencari ke mana arah mata angin, lagi-lagi investor memilih bermain aman. Ini lah mengapa hanya yen Jepang yang mampu menguat, karena mata uang ini berstatus sebagai aset aman (safe haven). 

Faktor domestik dan eksternal tersebut membuat rupiah masih tertekan di perdagangan awal 2019. Namun rupiah masih punya waktu untuk pulih dan menghapus kenangan pahit 2018, di mana mata uang Tanah Air melemah 5,97%.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular