Pasca Melesat di 2016 & 2017, Tahun ini IHSG Terkoreksi 2,54%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 December 2018 19:28
Pasca Melesat di 2016 & 2017, Tahun ini IHSG Terkoreksi 2,54%
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengarungi tahun 2018 dengan catatan negatif, yakni pelemahan sebesar 2,54%. Terakhir kali IHSG membukukan imbal hasil negatif secara tahunan adalah pada tahun 2015, yakni sebesar 12,1%.

IHSG dipukul mundur pasca melesat pada tahun 2016 dan 2017. Pada tahun 2016, IHSG menguat sebesar 15,3%, disusul apresiasi sebesar 20% setahun setelahnya.



Jika dilihat kinerja secara bulanan, bulan Januari menjadi bulan terbaik bagi pasar saham tanah air. IHSG membukukan imbal hasil sebesar sebesar 3,93% untuk mengawali tahun ini. Pada bulan Januari, optimisme investor masih tinggi-tingginya, menyusul penguatan yang juga sangat tinggi pada Desember 2017 yakni sebesar 6,78%.

Optimisme investor sedang tinggi-tingginya seiring dengan disahkannya pemotongan pajak individu dan korporasi di Negeri Paman Sam. Dari dalam negeri, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- menjadi BBB, menjadikan Indonesia setara dengan Filipina dan Portugal yang telah lebih dulu mendapatkan kenaikan peringkat ke BBB pada pertengahan Desember 2017.

Sementara itu, performa IHSG yang terburuk terjadi pada bulan Maret, yakni anjlok 6,19%. Presiden AS Donald Trump memantik sell-off di bursa saham dunia pada bulan Maret. Mantan pebisnis itu mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium yang masuk ke AS, termasuk dari China yang merupakan eksportir baja terbesar dunia.

Mulai dari sinilah perang balas-membalas bea masuk antar kedua negara terjadi. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru untuk produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China menyasar US$ 110 miliar produk asal AS.

Menyusul eskalasi perang dagang antar 2 negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut, IHSG terkoreksi selama 3 bulan berikutnya (April-Juni).

Masih dari sisi eksternal, normalisasi yang terus dilakukan oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS ikut memukul mundur IHSG sepanjang tahun 2018. Sepanjang tahun ini, Jerome Powell dan kolega telah mengerek suku bunga acuan sebanyak 4 kali dengan total 100 bps.

Memang, perekonomian AS sedang panas pada tahun ini. Pada kuartal-I, II, dan III secara berturut-turut, perekonomian AS tumbuh sebesar 2%, 4,2%, dan 3,4% (QoQ annualized). Capaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan capaian pada kuartal-I-III 2017 yang masing-masing sebesar 1,4%, 3,1%, dan 3,2%.

Namun dengan perang dagang yang terus tereskalasi, dikhawatirkan normalisasi yang kelewat agresif akan memukul mundur laju perekonomian dunia secara signifikan.
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah memaksa investor melakukan aksi jual. Sepanjang 2018, rupiah melemah hingga 7,3% melawan dolar AS di pasar spot.

Rupiah melemah seiring dengan lebarnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Secara berturut-turut pada kuartal-I,II, dan III, CAD tercatat sebesar 2,17%, 3,02%, dan 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pada kuartal-IV 2018, CAD diproyeksikan masih akan berada di atas level 3%. Hal ini diungkapkan langsung oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

"Neraca pembayaran kuartal IV-2018 surplus sekitar US$ 4 miliar, meskipun CAD masih tinggi sekitar 3% dari PDB di triwulan IV," ungkap Perry, Jumat (28/12/2018).

Dengan demikian, tahun 2018 mungkin akan menjadi tahun pertama CAD menembus level 3% setelah terakhir kali terjadi pada tahun 2014 (3,09%).



Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan pos yang sangat penting bagi pelaku pasar modal, bahkan bisa dibilang lebih penting dari NPI. Pasalnya, pos transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari perdagangan barang dan jasa yang lebih mampu menopang nilai tukar rupiah dalam jangka panjang karena tidak mudah berubah seperti arus modal portofolio.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular