
Internasional
Jadi Juara IPO, Nasib Bursa Hong Kong Malah Muram di 2019
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
21 December 2018 12:24

Hong Kong, CNBC Indonesia - Membanjirnya penawaran umum perdana (IPO) di Hong Kong mendorong pusat keuangan itu ke posisi pertama untuk volume IPO secara global. Tetapi tahun depan sepertinya akan sulit bagi pasar saham ini untuk tetap menjadi pemimpin.
Berbagai perusahaan mengumpulkan total US$36,3 miliar (Rp 526 triliun) dalam listing di Hong Kong tahun ini, jauh di atas New York Stock Exchange yang mencatatkan US$28,9 miliar. Angka yang dibukukan bursa Hong Kong tersebut merupakan peningkatan 174% secara tahunan, menurut data Refinitiv.
Ini adalah tahun terbaik bagi Hong Kong sejak 2010 karena perubahan aturan bursa menyebabkan banyak perusahaan mengantre untuk mencatatkan sahamnya. Hong Kong menjadi tuan rumah bagi tiga dari lima IPO teratas di Asia, yaitu pembuat smartphone Xiaomi senilai US$5,4 miliar, operator menara telekomunikasi seluler China Tower senilai US$7,5 miliar, dan perusahaan jasa pengiriman makanan hingga layanan tiket online Meituan Dianping US$4,9 miliar.
Di Asia, berbagai perusahaan mengumpulkan total US$109 miliar dari beberapa IPO, naik 27% dibandingkan di 2017, menurut data Refinitiv, dikutip dari Reuters. Sebagian besar di antaranya didorong oleh China yang perusahaannya menyumbang hampir sepertiga dari emiten global.
Tetapi para bankir tidak mengharapkan akan terkumpul jumlah transaksi multi-miliar dolar yang sama tahun depan, atau bahkan volume yang sama karena pasokan mulai tipis dan volatilitas pasar membuat go public menjadi kurang menarik.
Beberapa kandidat potensial yang dibicarakan termasuk platform wealth management China adalah Lufax, pemilik agregat berita terkemuka China, Beijing Bytedance Technology Co, dan raksasa China yang sedang naik daun, Didi Chuxing Technology Co Ltd. Namun, para bankir mengatakan perusahaan-perusahaan itu juga bisa ikut listing di 2020.
"Mengingat penerimaan awal pasar, banyak IPO datang ke pasar lebih dini dari yang diantisipasi," kata Aaron Arth, Kepala Grup Pembiayaan, Asia ex-Jepang, di Goldman Sachs. "2019 masih akan menjadi tahun yang cukup besar untuk ECM (pasar modal ekuitas), hanya tidak akan menjadi sebesar 2018."
Tapi sementara volume IPO melonjak pada 2018, kinerja bergerak ke arah yang berlawanan, karena pasar diempaskan ketegangan perdagangan Amerika Serikat (AS)-China dan ketidakpastian ekonomi makro.
Saham China telah sangat terpukul, dengan indeks Shanghai Composite turun 23% dan Hang Seng turun 14% pada tahun ini.
Di Hong Kong banyak harga saham yang listing merosot di bawah harga IPO mereka dan mencatat kinerja terburuk di antara bursa-bursa terkemuka.
Di seluruh Asia, semua dari lima IPO teratas, China Tower, telah tenggelam di bawah harga penawaran mereka, termasuk juga Xiaomi, Meituan Dianping, SoftBank Corp yang merupakan IPO terbesar kedua di dunia saat ini, dan Foxconn Industrial Internet.
(prm) Next Article Hong Kong Bawa Kabar Buruk, IHSG Sesi II Belum Aman Gaes!
Berbagai perusahaan mengumpulkan total US$36,3 miliar (Rp 526 triliun) dalam listing di Hong Kong tahun ini, jauh di atas New York Stock Exchange yang mencatatkan US$28,9 miliar. Angka yang dibukukan bursa Hong Kong tersebut merupakan peningkatan 174% secara tahunan, menurut data Refinitiv.
Ini adalah tahun terbaik bagi Hong Kong sejak 2010 karena perubahan aturan bursa menyebabkan banyak perusahaan mengantre untuk mencatatkan sahamnya. Hong Kong menjadi tuan rumah bagi tiga dari lima IPO teratas di Asia, yaitu pembuat smartphone Xiaomi senilai US$5,4 miliar, operator menara telekomunikasi seluler China Tower senilai US$7,5 miliar, dan perusahaan jasa pengiriman makanan hingga layanan tiket online Meituan Dianping US$4,9 miliar.
Tetapi para bankir tidak mengharapkan akan terkumpul jumlah transaksi multi-miliar dolar yang sama tahun depan, atau bahkan volume yang sama karena pasokan mulai tipis dan volatilitas pasar membuat go public menjadi kurang menarik.
![]() |
Beberapa kandidat potensial yang dibicarakan termasuk platform wealth management China adalah Lufax, pemilik agregat berita terkemuka China, Beijing Bytedance Technology Co, dan raksasa China yang sedang naik daun, Didi Chuxing Technology Co Ltd. Namun, para bankir mengatakan perusahaan-perusahaan itu juga bisa ikut listing di 2020.
"Mengingat penerimaan awal pasar, banyak IPO datang ke pasar lebih dini dari yang diantisipasi," kata Aaron Arth, Kepala Grup Pembiayaan, Asia ex-Jepang, di Goldman Sachs. "2019 masih akan menjadi tahun yang cukup besar untuk ECM (pasar modal ekuitas), hanya tidak akan menjadi sebesar 2018."
Tapi sementara volume IPO melonjak pada 2018, kinerja bergerak ke arah yang berlawanan, karena pasar diempaskan ketegangan perdagangan Amerika Serikat (AS)-China dan ketidakpastian ekonomi makro.
Saham China telah sangat terpukul, dengan indeks Shanghai Composite turun 23% dan Hang Seng turun 14% pada tahun ini.
Di Hong Kong banyak harga saham yang listing merosot di bawah harga IPO mereka dan mencatat kinerja terburuk di antara bursa-bursa terkemuka.
Di seluruh Asia, semua dari lima IPO teratas, China Tower, telah tenggelam di bawah harga penawaran mereka, termasuk juga Xiaomi, Meituan Dianping, SoftBank Corp yang merupakan IPO terbesar kedua di dunia saat ini, dan Foxconn Industrial Internet.
(prm) Next Article Hong Kong Bawa Kabar Buruk, IHSG Sesi II Belum Aman Gaes!
Most Popular