
Koreksi Harga Minyak Dorong Naiknya Harga Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
21 December 2018 11:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat hari ini seiring dengan masih melemahnya harga minyak mentah sejak tengah bulan yang cukup drastis.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak sejalan dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0063 yang bertenor 5 tahun, dengan penurunan yield 4 basis poin (bps) menjadi 7,93%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Bersamaan dengan itu, seri acuan lain yaitu seri 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga menguat dengan penurunan yield sehingga yield-nya menjadi 7,98%, 8,18%, dan 8,38%.
Koreksi harga minyak dunia terjadi sebesar 10,61% dari US$ 61,45 per barel pada 13 Desember menjadi US$ 54,93 per barel.
Turunnya harga minyak tersebut biasanya menjadi cerminan optimistisnya pelaku pasar terhadap terhadap nilai global dan rupiah.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, menyempit dari posisi kemarin 520 bps.
Saat ini, pasar obligasi AS masih mengalami inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan 3 tahun-5 tahun. Inversi 3 tahun-5 tahun baru terjadi lagi hari ini, setelah sebelumnya sempat terjadi pada 4 Desember.
Hal ini membuat adanya kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang menjadi acuan pelaku pasar global sebagai indikator adanya potensi resesi.
Sumber: Refinitiv
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,34% menjadi 6.128 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,1% menjadi Rp 14.480 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,18% menjadi 96,448.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami Brasil, China, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan pasar obligasi domestik terjadi di pasar bund Jerman saja.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Sayang, Dua Keberuntungan Ekonomi Belum jadi Untung
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak sejalan dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0063 yang bertenor 5 tahun, dengan penurunan yield 4 basis poin (bps) menjadi 7,93%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Bersamaan dengan itu, seri acuan lain yaitu seri 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga menguat dengan penurunan yield sehingga yield-nya menjadi 7,98%, 8,18%, dan 8,38%.
Koreksi harga minyak dunia terjadi sebesar 10,61% dari US$ 61,45 per barel pada 13 Desember menjadi US$ 54,93 per barel.
Turunnya harga minyak tersebut biasanya menjadi cerminan optimistisnya pelaku pasar terhadap terhadap nilai global dan rupiah.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Dec 2018 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 20 Dec 2018 (%) | Yield 21 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 20 Dec'18 |
FR0063 | 5 tahun | 7.974 | 7.934 | -4.00 | 7.9 |
FR0064 | 10 tahun | 7.997 | 7.984 | -1.30 | 7.9274 |
FR0065 | 15 tahun | 8.206 | 8.187 | -1.90 | 8.1646 |
FR0075 | 20 tahun | 8.411 | 8.383 | -2.80 | 8.3623 |
Avg movement | -2.50 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 517 bps, menyempit dari posisi kemarin 520 bps.
Saat ini, pasar obligasi AS masih mengalami inversi pada tenor 2 tahun-5 tahun dan 3 tahun-5 tahun. Inversi 3 tahun-5 tahun baru terjadi lagi hari ini, setelah sebelumnya sempat terjadi pada 4 Desember.
Hal ini membuat adanya kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang menjadi acuan pelaku pasar global sebagai indikator adanya potensi resesi.
Yield US Treasury Acuan 21 Dec 2018 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 20 Dec 2018 (%) | Yield 21 Dec 2018 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.394 | 2.422 | 3 bulan-5 tahun | -21.2 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.644 | 2.658 | 2 tahun-5 tahun | 2.4 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.622 | 2.636 | 3 tahun-5 tahun | 0.2 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.626 | 2.634 | 3 bulan-10 tahun | -34.2 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.776 | 2.764 | 2 tahun-10 tahun | -10.6 |
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,34% menjadi 6.128 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,1% menjadi Rp 14.480 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,18% menjadi 96,448.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami Brasil, China, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan pasar obligasi domestik terjadi di pasar bund Jerman saja.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 20 Dec 2018 (%) | Yield 21 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.59 | 9.45 | -14.00 |
China | 3.342 | 3.32 | -2.20 |
Jerman | 0.234 | 0.233 | -0.10 |
Perancis | 0.676 | 0.687 | 1.10 |
Inggris | 1.267 | 1.271 | 0.40 |
India | 7.22 | 7.272 | 5.20 |
Italia | 2.738 | 2.739 | 0.10 |
Jepang | 0.031 | 0.047 | 1.60 |
Malaysia | 4.098 | 4.099 | 0.10 |
Filipina | 7.05 | 7.05 | 0.00 |
Rusia | 8.71 | 8.75 | 4.00 |
Singapura | 2.1 | 2.115 | 1.50 |
Thailand | 2.5 | 2.51 | 1.00 |
Turki | 16.09 | 16.09 | 0.00 |
Amerika Serikat | 2.789 | 2.805 | 1.60 |
Afrika Selatan | 9.05 | 9 | -5.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Sayang, Dua Keberuntungan Ekonomi Belum jadi Untung
Most Popular