
Transaksi Berjalan Bisa Tekor Lagi, Rupiah Masuk Zona Merah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 December 2018 08:40

Selain faktor domestik tersebut, sisi eksternal juga cukup menantang. Setelah melemah cukup lama, dolar AS mulai menguat. Pada pukul 08:21 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) naik 0,15%.
Maklum, dolar AS memang sudah di-bully habis-habisan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index merosot sampai 1,05%. Ini membuat dolar AS sudah cukup murah, sehingga cukup menggoda investor untuk mengoleksinya.
Namun dalam jangka menengah-panjang, sepertinya dolar AS mulai kehilangan karisma. Penyebabnya adalah kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang mungkin kurang hawkish tahun depan.
Saat ini, suku bunga acuan AS ada di median 2,375%. Pada akhir 2019, The Fed menargetkan suku bunga acuan berada di median 2,8%. Turun dari target sebelumnya yaitu 3,1%. Artinya kenaikan Federal Funds Rate pada 2019 mungkin hanya dua kali. Turun setengahnya dibandingkan tahun ini yang mencapai empat kali, yang membuat dolar AS perkasa dan jadi raja mata uang dunia.
Oleh karena itu, rupiah masih punya kesempatan untuk balik melawan dolar AS. Kesempatan itu mungkin tidak datang hari ini, tetapi bisa terjadi tahun depan yang tinggal menghitung hari.
Kemudian, perkembangan harga minyak juga kurang mendukung rupiah. Pada pukul 08:36 WIB, harga minyak jenis brent melompat 1,47% dan light sweet melesat 1,57%. Dini hari tadi, harga komoditas ini sempat anjlok cukup dalam sehingga memang membuka peluang rebound.
Kenaikan harga minyak bukan kabar gembira bagi rupiah. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kenaikan harga minyak akan menambah beban impor dan kemudian memperparah defisit transaksi berjalan sehingga rupiah semakin tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Maklum, dolar AS memang sudah di-bully habis-habisan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index merosot sampai 1,05%. Ini membuat dolar AS sudah cukup murah, sehingga cukup menggoda investor untuk mengoleksinya.
Namun dalam jangka menengah-panjang, sepertinya dolar AS mulai kehilangan karisma. Penyebabnya adalah kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang mungkin kurang hawkish tahun depan.
Saat ini, suku bunga acuan AS ada di median 2,375%. Pada akhir 2019, The Fed menargetkan suku bunga acuan berada di median 2,8%. Turun dari target sebelumnya yaitu 3,1%. Artinya kenaikan Federal Funds Rate pada 2019 mungkin hanya dua kali. Turun setengahnya dibandingkan tahun ini yang mencapai empat kali, yang membuat dolar AS perkasa dan jadi raja mata uang dunia.
Oleh karena itu, rupiah masih punya kesempatan untuk balik melawan dolar AS. Kesempatan itu mungkin tidak datang hari ini, tetapi bisa terjadi tahun depan yang tinggal menghitung hari.
Kemudian, perkembangan harga minyak juga kurang mendukung rupiah. Pada pukul 08:36 WIB, harga minyak jenis brent melompat 1,47% dan light sweet melesat 1,57%. Dini hari tadi, harga komoditas ini sempat anjlok cukup dalam sehingga memang membuka peluang rebound.
Kenaikan harga minyak bukan kabar gembira bagi rupiah. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kenaikan harga minyak akan menambah beban impor dan kemudian memperparah defisit transaksi berjalan sehingga rupiah semakin tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular