Dilema Suku Bunga The Fed: 2 Kali atau Tidak Sama Sekali?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 December 2018 15:37
Dilema Suku Bunga The Fed: 2 Kali atau Tidak Sama Sekali?
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)
Jakarta, CNBC Indonesia - The Federal Reserve (THe Fed) yang merupakan bank sentral AS berhasil mencuri perhatian investor pada hari ini. Pada dini hari tadi, The Fed memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.

Lebih lanjut, The Fed memproyeksikan kenaikan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun depan, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebanyak 3 kali (75 bps).

Menariknya, pelaku pasar justru seakan kian mengabaikan The Fed. Hingga Rabu sore (19/12/2018), berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures, probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% (tidak ada kenaikan suku bunga acuan) pada tahun 2019 adalah sebesar 46,7%, naik dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 23,9%.

Kini, ketika The Fed sudah mengeluarkan proyeksi terbarunya, justru probailitas suku bunga acuan tak dinaikkan sama sekali pada tahun 2019 melejit menjadi 53,6%.

Bisa jadi, keraguan pelaku pasar terhadap bank sentral AS terjadi lantaran The Fed dianggap hanya menggertak dalam proyeksi teranyarnya tersebut.

Berbicara di hadapan wartawan selepas pertemuan selesai digelar, Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan sinyal yang kuat bahwa arah kebijakan bank sentral masih belum pasti.

"Ada ketidakpastian besar terkait jalur maupun tujuan akhir dari kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut," papar Powell.

"Inflasi masih berada sedikit di bawah level 2%. Jadi saya berpikir bahwa itu memberikan Komite ruang untuk bersabar dalam melaju kedepannya."

The Fed mungkin merasa perlu membuktikan independensinya dari intervensi sang presiden, Donald Trump.

Dalam 2 hari terakhir menjelang hasil pertemuan The Fed diumumkan, Trump menyerang secara keras Powell dan kawan-kawan melalui sepasang cuitan yang diposting melalui akun Twitter pribadinya.

"Luar biasa bahwa dengan dolar (AS) yang sangat kuat dan hampir tak ada inflasi, dunia luar meledak di sekitar kita, Paris sedang terbakar dan China melambat, the Fed justru mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan lagi. Ambil kemenangan itu!" cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada 17 Desember.

Kemudian sehari setelahnya, Trump kembali mencuit. "Saya harap orang-orang di the Fed akan membaca Wall Street Journal Editoral hari ini sebelum mereka membuat kesalahan lainnya. Juga, jangan membuat pasar menjadi lebih tidak likuid dari pada saat ini. Berhentilah dengan 50 B's (kebijakan mengurangi neraca hingga US$ 50 miliar per bulan). Rasakanlah pasar, jangan hanya mengambil keputusan berdasarkan angka-angka yang tak berarti. Semoga beruntung!"

Pada umumnya, bank sentral di dunia, termasuk The Fed, memang harus independen dari intervensi politik apapun. Kita sudah melihat apa yang bisa terjadi kepada sebuah negara ketika pelaku pasar meragukan independensi dari bank sentralnya.

Di Turki misalnya, usaha intervensi yang begitu gencar dilakukan sang Presiden Recep Tayyip Erdogan membawa lira melemah hingga 39,9% melawan dolar AS sepanjang tahun ini.
Jangan heran jika dolar AS loyo. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang negara mitra dagang besarnya, melemah hingga 0,37%.

Memang, rupiah melemah 0,1% di pasar spot ke level Rp 14.450/dolar AS. Namun jangan dilihat pelemahan detik ini saja. Pada hari ini, rupiah sempat melemah hingga 0,55% ke level Rp 14.515/dolar AS. Loyonya dolar AS mulai bisa dimanfaatkan oleh rupiah.

Kedepannya, dengan melihat keyakinan investor bahwa The Fed tak akan mengerek suku bunga acuan sama sekali pada tahun depan, dolar AS bisa terus loyo dan rupiah tentu menjadi memiliki pijakan untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
Dolar AS Loyo
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular