
Mau Naikkan Bunga Acuan 2 Kali di 2019, The Fed Cuma Gertak?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 December 2018 12:55

Namun, langkah The Fed yang memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 2 kali pada tahun depan bisa jadi cuma gertakan semata.
Berbicara di hadapan wartawan selepas pertemuan selesai digelar, Gubernur The Fed, Jerome Powell, memberikan sinyal yang kuat bahwa arah kebijakannya masih belum pasti.
“Ada ketidakpastian besar terkait jalur maupun tujuan akhir dari kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut,” papar Powell.
“Inflasi masih berada sedikit di bawah level 2%. Jadi saya berpikir bahwa itu memberikan Komite ruang untuk bersabar dalam melaju ke depannya.”
Mungkin, pada pertemuan kali ini The Fed merasa perlu membuktikan independensinya dari intervensi sang presiden, Donald Trump.
Dalam 2 hari terakhir menjelang hasil pertemuan The Fed diumumkan, Trump menyerang secara keras Powell dan kawan-kawan melalui sepasang cuitan yang diposting melalui akun Twitter pribadinya.
“Luar biasa bahwa dengan dolar (AS) yang sangat kuat dan hampir tak ada inflasi, dunia luar meledak di sekitar kita, Paris sedang terbakar dan China melambat, the Fed justru mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan lagi. Ambil kemenangan itu!” cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada 17 Desember.
Kemudian sehari setelahnya, Trump kembali mencuit. “Saya harap orang-orang di the Fed akan membaca Wall Street Journal Editoral hari ini sebelum mereka membuat kesalahan lainnya. Juga, jangan membuat pasar menjadi lebih tidak likuid dari pada saat ini. Berhentilah dengan 50 B’s (kebijakan mengurangi neraca hingga US$ 50 miliar per bulan). Rasakanlah pasar, jangan hanya mengambil keputusan berdasarkan angka-angka yang tak berarti. Semoga beruntung!”
Pada umumnya, bank sentral di dunia, termasuk The Fed, memang harus independen dari intervensi politik apapun. Kita sudah melihat apa yang bisa terjadi kepada sebuah negara ketika pelaku pasar meragukan independensi dari bank sentralnya.
Di Turki misalnya, usaha intervensi yang begitu gencar dilakukan sang Presiden Recep Tayyip Erdoğan membawa lira melemah hingga 39,9% melawan dolar AS sepanjang tahun ini.
Lantas, arah kebijakan suku bunga The Fed masih sangat mungkin untuk diubah. Apalagi, indikasi datangnya resesi makin kencang digaungkan oleh pasar obligasi AS.
Di balik sikap kerasnya, ternyata Powell dan kawan-kawan ternyata mungkin cuma menggertak.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Berbicara di hadapan wartawan selepas pertemuan selesai digelar, Gubernur The Fed, Jerome Powell, memberikan sinyal yang kuat bahwa arah kebijakannya masih belum pasti.
“Ada ketidakpastian besar terkait jalur maupun tujuan akhir dari kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut,” papar Powell.
Mungkin, pada pertemuan kali ini The Fed merasa perlu membuktikan independensinya dari intervensi sang presiden, Donald Trump.
Dalam 2 hari terakhir menjelang hasil pertemuan The Fed diumumkan, Trump menyerang secara keras Powell dan kawan-kawan melalui sepasang cuitan yang diposting melalui akun Twitter pribadinya.
“Luar biasa bahwa dengan dolar (AS) yang sangat kuat dan hampir tak ada inflasi, dunia luar meledak di sekitar kita, Paris sedang terbakar dan China melambat, the Fed justru mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan lagi. Ambil kemenangan itu!” cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada 17 Desember.
Kemudian sehari setelahnya, Trump kembali mencuit. “Saya harap orang-orang di the Fed akan membaca Wall Street Journal Editoral hari ini sebelum mereka membuat kesalahan lainnya. Juga, jangan membuat pasar menjadi lebih tidak likuid dari pada saat ini. Berhentilah dengan 50 B’s (kebijakan mengurangi neraca hingga US$ 50 miliar per bulan). Rasakanlah pasar, jangan hanya mengambil keputusan berdasarkan angka-angka yang tak berarti. Semoga beruntung!”
Pada umumnya, bank sentral di dunia, termasuk The Fed, memang harus independen dari intervensi politik apapun. Kita sudah melihat apa yang bisa terjadi kepada sebuah negara ketika pelaku pasar meragukan independensi dari bank sentralnya.
Di Turki misalnya, usaha intervensi yang begitu gencar dilakukan sang Presiden Recep Tayyip Erdoğan membawa lira melemah hingga 39,9% melawan dolar AS sepanjang tahun ini.
Lantas, arah kebijakan suku bunga The Fed masih sangat mungkin untuk diubah. Apalagi, indikasi datangnya resesi makin kencang digaungkan oleh pasar obligasi AS.
Di balik sikap kerasnya, ternyata Powell dan kawan-kawan ternyata mungkin cuma menggertak.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular