
Mau Naikkan Bunga Acuan 2 Kali di 2019, The Fed Cuma Gertak?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 December 2018 12:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Asia berada dalam tekanan yang besar pada perdagangan hari ini. Pasar saham dan nilai tukar dari negara-negara Benua Kuning diperdagangkan melemah.
Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 2,59%, indeks Hang Seng turun 1,13%, indeks Kospi turun 0,95%, indeks Shanghai turun 0,82%, indeks SET (Thailand) turun 0,73%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,69%, IHSG turun 0,64%, indeks Nifty 50 (India) turun 0,54%, indeks Strait Times turun 0,04%, dan indeks PSEi (Filipina) turun 0,02%.
Sementara itu, mata uang kawasan Asia yang diperdagangkan melemah melawan dolar AS di antaranya: rupee (-0,43%), peso (-0,37%), rupiah (-0,31%), yuan (-0,22%), ringgit (-0,14%), won (-0,11%), baht (-0,06%), dolar Hong Kong (-0,04%), dan dolar Singapura (-0,02%).
Penyebab tertekannya pasar keuangan Asia adalah hasil pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS. Pada dini hari tadi, The Fed memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.
Lebih lanjut, The Fed memproyeksikan kenaikan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun depan, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebanyak 3 kali (75 bps).
Namun, pelaku pasar sebenarnya mengharapkan The Fed akan lebih berani dalam mengerem normalisasinya. Hingga kemarin sore, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures, probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% (tidak ada kenaikan suku bunga acuan) pada tahun 2019 adalah sebesar 46,7%, naik dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 23,9%.
The Fed masih akan agresif dalam menaikkan tingkat suku bunga acuan terlepas dari diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi. Untuk tahun ini, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan sebesar 3%, turun 10 bps dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,1%. Untuk tahun 2019, angkanya diproyeksikan melandai ke level 2,3%, juga lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,5%.
Di tengah perang dagang dengan China yang belum benar-benar usai, normalisasi yang kelewat agresif dikhawatirkan akan memukul perekonomian AS lebih dalam dari yang diproyeksikan The Fed.
Hal ini lantas membuat pelaku pasar menghindari instrumen berisiko seperti saham dan mata uang dari negara-negara Asia.
Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 2,59%, indeks Hang Seng turun 1,13%, indeks Kospi turun 0,95%, indeks Shanghai turun 0,82%, indeks SET (Thailand) turun 0,73%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,69%, IHSG turun 0,64%, indeks Nifty 50 (India) turun 0,54%, indeks Strait Times turun 0,04%, dan indeks PSEi (Filipina) turun 0,02%.
Sementara itu, mata uang kawasan Asia yang diperdagangkan melemah melawan dolar AS di antaranya: rupee (-0,43%), peso (-0,37%), rupiah (-0,31%), yuan (-0,22%), ringgit (-0,14%), won (-0,11%), baht (-0,06%), dolar Hong Kong (-0,04%), dan dolar Singapura (-0,02%).
Lebih lanjut, The Fed memproyeksikan kenaikan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun depan, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebanyak 3 kali (75 bps).
Namun, pelaku pasar sebenarnya mengharapkan The Fed akan lebih berani dalam mengerem normalisasinya. Hingga kemarin sore, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures, probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% (tidak ada kenaikan suku bunga acuan) pada tahun 2019 adalah sebesar 46,7%, naik dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 23,9%.
The Fed masih akan agresif dalam menaikkan tingkat suku bunga acuan terlepas dari diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi. Untuk tahun ini, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan sebesar 3%, turun 10 bps dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,1%. Untuk tahun 2019, angkanya diproyeksikan melandai ke level 2,3%, juga lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,5%.
Di tengah perang dagang dengan China yang belum benar-benar usai, normalisasi yang kelewat agresif dikhawatirkan akan memukul perekonomian AS lebih dalam dari yang diproyeksikan The Fed.
Hal ini lantas membuat pelaku pasar menghindari instrumen berisiko seperti saham dan mata uang dari negara-negara Asia.
Next Page
Cuma Menggertak?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular