
Pidato Presiden China Bawa Bursa Saham Asia Ditutup Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 December 2018 18:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri perdagangan hari ini di zona merah: indeks Nikkei turun 1,82%, indeks Shanghai turun 0,82%, indeks Hang Seng turun 1,05%, indeks Strait Times turun 2,21%, dan indeks Kospi turun 0,43%.
Momen penting yang ditunggu-tunggu pelaku pasar ternyata membawa petaka. Momen tersebut adalah pidato Presiden China Xi Jinping dalam peringatan 40 tahun dari "reform and opening up."
Sebagai informasi, 18 Desember merupakan peringatan dari keberhasilan pemimpin China terdahulu Deng Xiaoping dalam merestrukturisasi ekonomi China. Hal ini dilakukannya dengan mengizinkan pihak individu untuk mempunyai kepemilikan dalam berbagai industri dan membuka akses bagi perusahaan asing terhadap perekonomian China.
Pidato ini menjadi penting lantaran akan memberikan petunjuk terkait dengan arah kebijakan ekonomi China, apakah akan mengikuti tuntutan AS dengan membuka perekonomiannya lebih lanjut, atau justru mempertahankan sikap proteksionis dan merugikan negara-negara lainnya.
Ternyata, Xi mengatakan tidak ada pihak manapun yang bisa mendikte arah kebijakan China.
"Tidak ada pihak yang berada dalam posisi untuk mendikte warga negara China terkait apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan," tegas Xi, seperti dikutip dari CNBC International.
Ia menegaskan bahwa China harus tetap berada dalam jalur reformasi yang sedang dijalaninya sekarang.
"Kami akan dengan tegas mereformasi apa yang seharusnya dan bisa direformasi, dan tidak mengubah (kebijakan) yang memang sudah seharusnya dan tidak bisa direformasi," lanjut Xi.
Memang, Xi tak secara gamblang menyebut nama AS di dalam pidatonya. Namun tetap saja, siapa lagi yang disasar oleh Xi kalau bukan musuh bebuyutannya tersebut.
Dengan sikap Xi yang keras tersebut, peluang tercapainya damai dagang dengan AS secara permanen menjadi memudar.
Selain itu, rilis data ekonomi yang kemarin belum sempat di price-in lantaran ada sentimen positif berupa damai dagang AS-China kini mulai di price-in oleh investor. Kemarin (17/12/2018), ekspor non-minyak Singapura periode November diumumkan terkontraksi sebesar 4,2% MoM, jauh lebih buruk dibandingkan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,6% MoM, seperti dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Momen penting yang ditunggu-tunggu pelaku pasar ternyata membawa petaka. Momen tersebut adalah pidato Presiden China Xi Jinping dalam peringatan 40 tahun dari "reform and opening up."
Sebagai informasi, 18 Desember merupakan peringatan dari keberhasilan pemimpin China terdahulu Deng Xiaoping dalam merestrukturisasi ekonomi China. Hal ini dilakukannya dengan mengizinkan pihak individu untuk mempunyai kepemilikan dalam berbagai industri dan membuka akses bagi perusahaan asing terhadap perekonomian China.
Ternyata, Xi mengatakan tidak ada pihak manapun yang bisa mendikte arah kebijakan China.
"Tidak ada pihak yang berada dalam posisi untuk mendikte warga negara China terkait apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan," tegas Xi, seperti dikutip dari CNBC International.
Ia menegaskan bahwa China harus tetap berada dalam jalur reformasi yang sedang dijalaninya sekarang.
"Kami akan dengan tegas mereformasi apa yang seharusnya dan bisa direformasi, dan tidak mengubah (kebijakan) yang memang sudah seharusnya dan tidak bisa direformasi," lanjut Xi.
Memang, Xi tak secara gamblang menyebut nama AS di dalam pidatonya. Namun tetap saja, siapa lagi yang disasar oleh Xi kalau bukan musuh bebuyutannya tersebut.
Dengan sikap Xi yang keras tersebut, peluang tercapainya damai dagang dengan AS secara permanen menjadi memudar.
Selain itu, rilis data ekonomi yang kemarin belum sempat di price-in lantaran ada sentimen positif berupa damai dagang AS-China kini mulai di price-in oleh investor. Kemarin (17/12/2018), ekspor non-minyak Singapura periode November diumumkan terkontraksi sebesar 4,2% MoM, jauh lebih buruk dibandingkan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,6% MoM, seperti dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular