
Sri Mulyani Sebut 2019 Banyak Warning, Apa Saja?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 December 2018 14:51

Nah, tetapi yang membuat bingung adalah dolar AS juga sepertinya masih punya pesona pada 2019. Meski hawa dovish mulai menyelimuti The Fed dan euro bisa menjadi lawan sepadan, tetapi dolar AS bisa tetap menjadi primadona pasar karena ada risiko resesi di perekonomian Negeri Paman Sam.
Pertanda resesi itu terlihat di pasar obligasi pemerintah AS. Pada pukul 14:24 WIB, imbal hasil (yield) untuk tenor 2 tahun ada di 2,7351%. Lebih tinggi dibandingkan tenor 3 tahun yang sebesar 2,729% dan tenor 5 tahun yaitu 2,7399%.
Yield tenor pendek yang lebih tinggi ketimbang tenor panjang sering disebut inverted. Terjadinya inverted yield merupakan pertanda awal datangnya resesi, karena investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.
Jajak pendapat yang digelar Reuters menghasilkan bahwa yield obligasi pemerintah AS masih akan mengalami inversi pada tahun depan. Resesi kemungkinan akan datang setahun setelah itu yaitu 2020.
Tidak hanya di AS, investor juga mencemaskan risiko perlambatan ekonomi global. IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh 6,2% pada 2019, turun dari proyeksi sebelumnya yaitu 6,4%.
ECB merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Benua Biru. Tahun ini, ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh 1,9%, di mana perkiraan sebelumnya adalah 2%. Kemudian untuk 2019, proyeksi pertumbuhan ekonomi direvisi dari 1,8% menjadi 1,7%.
Perkembangan-perkembangan tersebut membuat investor bisa memilih bermain aman. Dolar AS, yang berstatus sebagai aset aman (safe haven), tentu menjadi salah satu pilihan utama.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Yield tenor pendek yang lebih tinggi ketimbang tenor panjang sering disebut inverted. Terjadinya inverted yield merupakan pertanda awal datangnya resesi, karena investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.
Jajak pendapat yang digelar Reuters menghasilkan bahwa yield obligasi pemerintah AS masih akan mengalami inversi pada tahun depan. Resesi kemungkinan akan datang setahun setelah itu yaitu 2020.
Tidak hanya di AS, investor juga mencemaskan risiko perlambatan ekonomi global. IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh 6,2% pada 2019, turun dari proyeksi sebelumnya yaitu 6,4%.
ECB merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Benua Biru. Tahun ini, ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh 1,9%, di mana perkiraan sebelumnya adalah 2%. Kemudian untuk 2019, proyeksi pertumbuhan ekonomi direvisi dari 1,8% menjadi 1,7%.
Perkembangan-perkembangan tersebut membuat investor bisa memilih bermain aman. Dolar AS, yang berstatus sebagai aset aman (safe haven), tentu menjadi salah satu pilihan utama.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Next Page
Brexit Bikin Semakin Sulit
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular