Neraca Dagang Jeblok Karena Rupiah Terlalu Kuat?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 December 2018 12:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit yang sangat dalam pada November 2018, mencapai US$ 2,05 miliar. Sepertinya penguatan nilai tukar rupiah yang cukup tajam berkontribusi terhadap jebolnya neraca perdagangan.
Hari ini, Senin (17/12/2018), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor pada November terkontraksi alias minus 3,28% secara year-on-year (YoY). Lalu impor masih melesat dengan pertumbuhan 11,68% YoY.
Perkembangan tersebut membuat neraca perdagangan mencatat defisit yang dalam yaitu US$ 2,05 miliar. Ini menjadi defisit paling dalam sejak Juli 2013.
Ekspor yang tertekan disebabkan penurunan harga komoditas andalan Indonesia, seperti minyak sawit mentah (CPO). Dalam setahun terakhir, harga komoditas ini anjlok 16,49%. Sementara selama November, terjadi penurunan 4,85%.
Namun ada pula kontribusi dari penguatan nilai tukar rupiah. Selama November, rupiah menguat 5,45% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Saat rupiah menguat, maka harga produk-produk Indonesia di pasar global menjadi semakin mahal. Ini tentu akan mempengaruhi minat terhadap produk ekspor Tanah Air.
Ditambah lagi ada penurunan harga komoditas. Duet maut tersebut ampuh menarik kinerja ekspor Indonesia ke ranah kontraksi.
Sedangkan di sisi impor, memang ada kemungkinan dunia usaha menambah stok untuk mengantisipasi kenaikan permintaan saat Hari Natal dan Tahun Baru. Ini menyebabkan impor tumbuh melesat jauh meninggalkan ekspor.
Namun lagi-lagi ada dampak penguatan rupiah di sini. Rupiah yang menguat menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih murah.
Akibatnya impor pun membanjir, apalagi dunia usaha memang mengantisipasi kenaikan permintaan. Mumpung harga produk impor sedang murah, borong saja dulu.
Hari ini, Senin (17/12/2018), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor pada November terkontraksi alias minus 3,28% secara year-on-year (YoY). Lalu impor masih melesat dengan pertumbuhan 11,68% YoY.
Perkembangan tersebut membuat neraca perdagangan mencatat defisit yang dalam yaitu US$ 2,05 miliar. Ini menjadi defisit paling dalam sejak Juli 2013.
Ekspor yang tertekan disebabkan penurunan harga komoditas andalan Indonesia, seperti minyak sawit mentah (CPO). Dalam setahun terakhir, harga komoditas ini anjlok 16,49%. Sementara selama November, terjadi penurunan 4,85%.
Namun ada pula kontribusi dari penguatan nilai tukar rupiah. Selama November, rupiah menguat 5,45% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Saat rupiah menguat, maka harga produk-produk Indonesia di pasar global menjadi semakin mahal. Ini tentu akan mempengaruhi minat terhadap produk ekspor Tanah Air.
Ditambah lagi ada penurunan harga komoditas. Duet maut tersebut ampuh menarik kinerja ekspor Indonesia ke ranah kontraksi.
Sedangkan di sisi impor, memang ada kemungkinan dunia usaha menambah stok untuk mengantisipasi kenaikan permintaan saat Hari Natal dan Tahun Baru. Ini menyebabkan impor tumbuh melesat jauh meninggalkan ekspor.
Namun lagi-lagi ada dampak penguatan rupiah di sini. Rupiah yang menguat menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih murah.
Akibatnya impor pun membanjir, apalagi dunia usaha memang mengantisipasi kenaikan permintaan. Mumpung harga produk impor sedang murah, borong saja dulu.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Suku Bunga Acuan Naik, Rupiah Melesat
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular