Harga Minyak Naik di Awal Pekan, Ekonomi Lesu Mengancam Dunia

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 December 2018 12:16
Pada hari Senin (17/12/2018), harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 naik sebesar 0,47% ke level US$ 60,4/barel, hingga pukul 11.42 WIB
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari Senin (17/12/2018), harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 naik sebesar 0,47% ke level US$ 60,4/barel, hingga pukul 11.42 WIB. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 menguat 0,35% ke level US$ 51,38/barel.

Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka kompak menguat, pasca melemah cukup signifikan di sepanjang minggu lalu. Dalam sepekan lalu, harga minyak light sweet dan brent kompak terkoreksi masing-masing sebesar 2,62% dan 2,16%, secara point-to-point.

Hari ini, kenaikan harga minyak hari disokong oleh potensi terjadinya defisit pasokan minyak di tahun depan. Meski demikian, penguatannya terbatas oleh mengecewakannya data-data ekonomi global, sehingga menimbulkan kekhawatiran investor terkait melambatnya permintaan minyak.



Dalam laporan Pasar Minyak bulanannya, International Energy Agency (IEA) mengekspektasikan terjadinya defisit pasokan di pasar minyak global pada kuartal II-2019. Kondisi itu terjadi karena adanya kesepakatan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia, serta munculnya kebijakan pengurangan produksi di Kanada.

Seperti diketahui, OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia)  menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel/hari per Januari 2019 mendatang, dengan menggunakan level produksi pada Oktober 2018 sebagai baseline.

Rinciannya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.

Sementara itu, dua pekan lalu, Gubernur Alberta Rachel Notley menyatakan bahwa provinsi Western Canadian akan dikenakan mandat untuk memangkas produksi minyak secara sementara, menyusul terjadinya bottleneck di jalur pipa penyaluran.

Pemangkasan produksi sebesar 8,7% atau sekitar 325.000 barel/hari akan diterapkan mulai Januari 2019, hingga kelebihan volume minyak mentah di fasilitas penyimpanan menurun. Pemotongan tersebut akan dilonggarkan menjadi 95.000 barel/hari hingga 31 Desember 2019.

Faktor lainnya yang menopang penguatan harga minyak hari ini adalah berkurangnya sumur pengeboran minyak di Amerika Serikat (AS) sebanyak 4 buah, dalam sepekan hingga tanggal 14 Desember. Kini jumlah sumur pengeboran aktif di Negeri Paman Sam hanya berjumlah 873, terendah sejak pertengahan Oktober.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa produksi minyak mentah AS akan mengendur dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini kemudian memberikan tambahan energi bagi penguatan minyak hari ini.

Perlambatan Ekonomi Dunia Jadi Risiko Besar Bagi Harga Minyak

Meski demikian, mengecewakannya data perekonomian global membatasi kenaikan harga minyak di awal pekan ini. Akhir pekan lalu, Biro Statistik Nasional China mengumumkan produksi industri hanya tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), yang merupakan laju terlambat dalam hampir 3 tahun terakhir. Pertumbuhan bulan lalu juga lebih lambat daripada konsensus Reuters sebesar 5,9%.

BACA: Ekonomi China Mengkhawatirkan, Harga Minyak Melandai

Kemudian, penjualan ritel di China "hanya" naik 8,1% YoY pada November, lebih lambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6% sekaligus masih di bawah ekspektasi pasar sebesar 8,8%. Secara historis, capaian di bulan lalu juga menjadi yang terlambat sejak tahun 2003.

Mengecewakannya data ekonomi Negeri Panda nampaknya tidak lepas dari konflik dagang yang terjadi antara Washington dan Beijing. Hal ini akhirnya memunculkan kekhawatiran tersendiri di benak investor. Pasalnya, China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, sekaligus importir minyak mentah terbesar. Kini, permintaan minyak mentah pun semakin terancam.

Sinyal perlambatan ekonomi dunia juga datang dari Eropa. Composite Purchasing Manager Index (PMI) di Prancis, suatu indeks yang menunjukkan aktivitas dunia usaha , turun dari 54,2 di November menjadi 49,3 di Desember. Capaian ini jauh di bawah konsensus Reuters sebesar 54, sekaligus menjadi yang terlemah sejak November 2014.

Kemudian, Composite PMI di Jerman juga turun ke angka 52,2 di bulan Desember, dari bulan sebelumnya sebesar 52,3. Sudah 4 bulan berturut-turut, indeks ini mengalami penurunan.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)   

(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular