
Rupiah Jalani Misi Balas Dendam
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 December 2018 08:34

Rupiah dan sebagian mata uang Asia diuntungkan oleh kondisi dolar AS yang tertekan secara global. Pada pukul 08:22 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%.
Dolar AS sedang tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, risk appetite pasar membuncah karena sentimen damai dagang AS-China masih kuat.
Kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan China sudah mulai membeli kedelai dari Negeri Paman Sam. Beijing juga siap menurunkan tarif bea masuk impor mobil made in USA dari 40% menjadi 15%. Oleh karena itu, AS juga kemungkinan besar tidak jadi menaikkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25% yang sedianya berlaku mulai 1 Januari 2019.
Kabar dari Inggris juga membuat investor lega. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri.
May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.
Sementara dari dalam negeri, data ekonomi terbaru di Negeri Adidaya juga tidak suportif terhadap dolar AS. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan laju inflasi secara year-on-year (YoY) sebesar 2,2% pada November. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,5%, dan bahkan menjadi yang paling lambat sejak Februari.
Laju konsumsi di AS sepertinya belum terlalu kencang, masih ditemui perlambatan. Oleh karena itu, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk tetap agresif menaikkan suku bunga acuan pada 2019 semakin mengecil.
Pelaku pasar awalnya memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan rekan bakal menaikkan Federal Funds Rate sebanyak tiga kali pada 2019. Namun saat ini sudah banyak yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan hanya akan terjadi dua kali.
Tanpa adanya kebijakan moneter yang lebih ketat, dolar AS kehilangan kemolekannya. Selama ini dolar AS begitu seksi karena The Fed cukup agresif menaikkan suku bunga acuan.
Oleh karena itu, ada peluang bagi rupiah untuk membalas dendam hari ini. Jika kemarin rupiah hanya berakhir stagnan, maka hari ini bukan tidak mungkin mata uang Tanah Air berakhir dengan apresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Dolar AS sedang tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, risk appetite pasar membuncah karena sentimen damai dagang AS-China masih kuat.
Kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan China sudah mulai membeli kedelai dari Negeri Paman Sam. Beijing juga siap menurunkan tarif bea masuk impor mobil made in USA dari 40% menjadi 15%. Oleh karena itu, AS juga kemungkinan besar tidak jadi menaikkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25% yang sedianya berlaku mulai 1 Januari 2019.
May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.
Sementara dari dalam negeri, data ekonomi terbaru di Negeri Adidaya juga tidak suportif terhadap dolar AS. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan laju inflasi secara year-on-year (YoY) sebesar 2,2% pada November. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,5%, dan bahkan menjadi yang paling lambat sejak Februari.
Laju konsumsi di AS sepertinya belum terlalu kencang, masih ditemui perlambatan. Oleh karena itu, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk tetap agresif menaikkan suku bunga acuan pada 2019 semakin mengecil.
Pelaku pasar awalnya memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan rekan bakal menaikkan Federal Funds Rate sebanyak tiga kali pada 2019. Namun saat ini sudah banyak yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan hanya akan terjadi dua kali.
Tanpa adanya kebijakan moneter yang lebih ketat, dolar AS kehilangan kemolekannya. Selama ini dolar AS begitu seksi karena The Fed cukup agresif menaikkan suku bunga acuan.
Oleh karena itu, ada peluang bagi rupiah untuk membalas dendam hari ini. Jika kemarin rupiah hanya berakhir stagnan, maka hari ini bukan tidak mungkin mata uang Tanah Air berakhir dengan apresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular