Rupiah Jalani Misi Balas Dendam

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 December 2018 08:34
Rupiah Jalani Misi Balas Dendam
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah sedang dalam misi balas dendam setelah tertekan sejak awal pekan. 

Pada Kamis (13/12/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.520 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,52% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 


Seiring perjalanan pasar, rupiah masih menguat meski apresiasinya sedikit tergerus. Pada pukul 08:10 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.535 di mana rupiah menguat 0,41%. Lalu pada pukul 08:15 WIB, penguatan rupiah berkurang lagi menjadi 0,38% karena US$ 1 dibanderol Rp 14.540. 

Pekan ini memang bukan periode yang mulus buat mata uang Tanah Air. Pada awal pekan, rupiah melemah 0,59%. Kemudian sehari sesudahnya melemah 0,39%, dan kemarin hanya mampu stagnan. 

Oleh karena itu rupiah sedang menjalankan misi balas dendam. Mungkin misi itu tidak akan mudah, karena penguatan rupiah terus tergerus. 



Pagi ini, tidak hanya rupiah yang menguat di hadapan dolar AS. Yuan China, rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand juga mampu perkasa. 

Dengan apresiasi 0,38%, rupiah menjadi mata uang dengan penguatan terbaik kedua di Asia. Rupiah hanya kalah dari rupee. Namun dengan catatan, pasar keuangan Negeri Bollywood belum dibuka sehingga rupee masih mencerminkan penguatan yang terjadi kemarin. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:19 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah dan sebagian mata uang Asia diuntungkan oleh kondisi dolar AS yang tertekan secara global. Pada pukul 08:22 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%. 

Dolar AS sedang tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, risk appetite pasar membuncah karena sentimen damai dagang AS-China masih kuat. 

Kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan China sudah mulai membeli kedelai dari Negeri Paman Sam. Beijing juga siap menurunkan tarif bea masuk impor mobil made in USA dari 40% menjadi 15%. Oleh karena itu, AS juga kemungkinan besar tidak jadi menaikkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25% yang sedianya berlaku mulai 1 Januari 2019. 

Kabar dari Inggris juga membuat investor lega. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri. 

May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.


Sementara dari dalam negeri, data ekonomi terbaru di Negeri Adidaya juga tidak suportif terhadap dolar AS. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan laju inflasi secara year-on-year (YoY) sebesar 2,2% pada November. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,5%, dan bahkan menjadi yang paling lambat sejak Februari. 

Laju konsumsi di AS sepertinya belum terlalu kencang, masih ditemui perlambatan. Oleh karena itu, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk tetap agresif menaikkan suku bunga acuan pada 2019 semakin mengecil. 

Pelaku pasar awalnya memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan rekan bakal menaikkan Federal Funds Rate sebanyak tiga kali pada 2019. Namun saat ini sudah banyak yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan hanya akan terjadi dua kali. 

Tanpa adanya kebijakan moneter yang lebih ketat, dolar AS kehilangan kemolekannya. Selama ini dolar AS begitu seksi karena The Fed cukup agresif menaikkan suku bunga acuan. 

Oleh karena itu, ada peluang bagi rupiah untuk membalas dendam hari ini. Jika kemarin rupiah hanya berakhir stagnan, maka hari ini bukan tidak mungkin mata uang Tanah Air berakhir dengan apresiasi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular