
Gara-Gara May Bisa Lengser, Dow Jones Akan Melesat 196 Poin
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 December 2018 19:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 196 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 22 dan 69 poin.
Angin segar bagi Wall Street datang dari Inggris. Beberapa jam yang lalu, pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Inggris, Theresa May, resmi diumumkan. Pengumuman ini terjadi pasca batas minimum yang dibutuhkan, yakni 48 surat dari anggota Partai Konservatif, dipenuhi.
Pemungutan suara terkait nasib kepemimpinan May akan digelar pada hari ini juga pukul 18:00-20:00 waktu setempat. Saat ini, waktu di Inggris menunjukkan pukul 12:30.
Respons awal dari pengumuman tersebut adalah negatif. Poundsterling yang sempat menguat hingga 0,26% melawan dolar AS di pasar spot dibawa melemah sebesar 0,07% ke titik terendahnya hari ini di level GBP 1,2475.
Namun kini, pasar keuangan Inggris justru melesat. Poundsterling menguat 0,7% ke level GBP 1,2572, sementara indeks saham acuan di Inggris yakni FTSE 100 melejit 1,16%.
Memang, dilengserkannya May dari posisinya bisa menjadi kabar gembira. Pada hari Selasa (11/12/2018), May sejatinya dijadwalkan untuk membawa kesepakatan Brexit yang sudah disepakati dengan Uni Eropa ke hadapan parlemen untuk kemudian dilakukan pemungutan suara.
Namun, sehari sebelumnya, May justru membatalkan pemungutan suara tersebut. May tahu bahwa hampir tak ada kemungkinan kesepakatan yang dibawanya akan mendapatkan restu dari parlemen. Baik anggota parlemen dari partai oposisi maupun partainya sendiri banyak yang menentang proposal tersebut.
Masalah yang mengganjal dari proposal May adalah terkait dengan backstop. Pada intinya, backstop merupakan klausul yang akan diimplementasikan jika Inggris dan Uni Eropa tak bisa menyepakati kesepakatan dagang dalam masa transisi selama 21 bulan setelah Brexit resmi dimulai pada Maret 2019. Backstop dibuat untuk mencegah adanya hard border antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan anggota Uni Eropa).
Backstop menjadi masalah lantaran ada ketidakjelasan mengenai implementasinya. Bisa saja itu diterapkan selamanya walau nanti Inggris-Uni Eropa berhasil menyepakati kesepakatan dagang. Selain itu, backstop akan membuat Irlandia Utara memiliki hubungan yang berbeda dengan Uni Eropa dibandingkan dengan bagian dari Inggris lainnya. Hal ini dianggap bisa mengancam kesatuan Inggris.
Dengan dilengserkannya May, ada peluang Jeremy Corbyn yang merupakan pimpinan partai oposisi, naik menjadi Perdana Menteri. Sebelumnya, Corbyn telah mengatakan bahwa Brexit versi dirinya tak akan memasukkan klausul backstop.
Jika Corbyn resmi menjadi perdana menteri, ada peluang proses Brexit akan lebih mulus karena bisa mendapatkan restu dari parlemen.
Lebih lanjut, Corbyn juga pernah menyebut, referendum Brexit kedua merupakan salah satu opsi yang bisa ditempuh. Jika sampai referendum kembali diadakan dan masyarakat Inggris memilih untuk tetap bersatu dengan Uni Eropa, maka risiko perlambatan ekonomi yang bisa terjadi jika Brexit tetap terjadi menjadi sirna.
Angin segar bagi Wall Street datang dari Inggris. Beberapa jam yang lalu, pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Inggris, Theresa May, resmi diumumkan. Pengumuman ini terjadi pasca batas minimum yang dibutuhkan, yakni 48 surat dari anggota Partai Konservatif, dipenuhi.
Pemungutan suara terkait nasib kepemimpinan May akan digelar pada hari ini juga pukul 18:00-20:00 waktu setempat. Saat ini, waktu di Inggris menunjukkan pukul 12:30.
Namun kini, pasar keuangan Inggris justru melesat. Poundsterling menguat 0,7% ke level GBP 1,2572, sementara indeks saham acuan di Inggris yakni FTSE 100 melejit 1,16%.
Memang, dilengserkannya May dari posisinya bisa menjadi kabar gembira. Pada hari Selasa (11/12/2018), May sejatinya dijadwalkan untuk membawa kesepakatan Brexit yang sudah disepakati dengan Uni Eropa ke hadapan parlemen untuk kemudian dilakukan pemungutan suara.
Namun, sehari sebelumnya, May justru membatalkan pemungutan suara tersebut. May tahu bahwa hampir tak ada kemungkinan kesepakatan yang dibawanya akan mendapatkan restu dari parlemen. Baik anggota parlemen dari partai oposisi maupun partainya sendiri banyak yang menentang proposal tersebut.
Masalah yang mengganjal dari proposal May adalah terkait dengan backstop. Pada intinya, backstop merupakan klausul yang akan diimplementasikan jika Inggris dan Uni Eropa tak bisa menyepakati kesepakatan dagang dalam masa transisi selama 21 bulan setelah Brexit resmi dimulai pada Maret 2019. Backstop dibuat untuk mencegah adanya hard border antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan anggota Uni Eropa).
Backstop menjadi masalah lantaran ada ketidakjelasan mengenai implementasinya. Bisa saja itu diterapkan selamanya walau nanti Inggris-Uni Eropa berhasil menyepakati kesepakatan dagang. Selain itu, backstop akan membuat Irlandia Utara memiliki hubungan yang berbeda dengan Uni Eropa dibandingkan dengan bagian dari Inggris lainnya. Hal ini dianggap bisa mengancam kesatuan Inggris.
Dengan dilengserkannya May, ada peluang Jeremy Corbyn yang merupakan pimpinan partai oposisi, naik menjadi Perdana Menteri. Sebelumnya, Corbyn telah mengatakan bahwa Brexit versi dirinya tak akan memasukkan klausul backstop.
Jika Corbyn resmi menjadi perdana menteri, ada peluang proses Brexit akan lebih mulus karena bisa mendapatkan restu dari parlemen.
Lebih lanjut, Corbyn juga pernah menyebut, referendum Brexit kedua merupakan salah satu opsi yang bisa ditempuh. Jika sampai referendum kembali diadakan dan masyarakat Inggris memilih untuk tetap bersatu dengan Uni Eropa, maka risiko perlambatan ekonomi yang bisa terjadi jika Brexit tetap terjadi menjadi sirna.
Pages
Most Popular