
Rupiah Memang 'Cuma' Stagnan, Tapi Patut Disyukuri
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2018 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah gagal mempertahankan penguatan yang didapat pada masa awal perdagangan.
Pada Rabu (12/12/2018), US$ 1 sama dengan Rp 14.595 kala penutupan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Padahal rupiah mampu menguat 0,24% saat pembukaan pasar. Saat itu, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.
Seiring perjalanan memang penguatan rupiah perlahan memudar. Bahkan rupiah sempat merasakan pelemahan. Status rupiah pun berubah dari terkuat di Asia menjadi terlemah kedua di Benua Kuning.
Jelang penutupan pasar, nasib rupiah sedikit membaik. Memang tidak sampai menguat, tetapi setidaknya rupiah berhasil finis dengan hasil impas. Tidak melemah, tetapi juga tidak menguat.
Berikut perjalanan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Sore ini, rupiah cukup beruntung karena mata uang Asia berbalik melemah di hadapan dolar AS. Padahal sepanjang hari ini mata uang Benua Kuning mampu menekan greenback.
Kini mata uang Asia yang masih mampu menguat tinggal tersisa yuan China, rupee India, won Korea, dan baht Thailand. Sisanya bernasib lebih buruk dari rupiah, yaitu melemah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:15 WIB:
Investor kembali berburu dolar AS karena situasi di Inggris yang semakin runyam. Akhirnya mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Theresa May sudah memenuhi syarat.
Mengutip Reuters, Pimpinan Komite 1922 Partai Konservatif Graham Brady menyatakan ambang batas 15% untuk pengajuan mosi tidak percaya sudah terlewati. Voting akan digelar sekira pukul 18:00 sampai 20:00 waktu standar Greenwich dan hasilnya akan diumumkan segera. Apabila 158 dari 315 anggota parlemen menyatakan tidak percaya, maka May harus lengser dari jabatannya.
Namun May tetap berupaya mempertahankan posisi. Dalam jumpa pers di kediamannya di Downing Street, pengganti David Cameron tersebut menegaskan pergantian kepemimpinan bukan jalan terbaik bagi Inggris yang sedang menghadapi sengkarut Brexit.
"Pemimpin baru tidak akan bisa bertugas pada 21 Januari (jadwal pelaksaan voting proposal Brexit di parlemen Inggris). Jadi memilih pemimpin baru menyebabkan risiko dalam negosiasi Brexit karena tidak akan ada waktu untuk renegosiasi proposal perpisahan," tegas May, dikutip dari Reuters.
Perkembangan ini membuat risiko No Deal Brexit, di mana Inggris tidak mendapat kompensasi apa pun dari perpisahan dengan Uni Eropa, semakin besar. Jika ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris dalam ancaman yang tidak enteng.
Bank Sentral Inggris (BoE) memperkirakan ekonomi Inggris bisa terkontraksi alias minus sampai 8% per tahun jika No Deal Brexit terjadi. Pasalnya, Inggris akan lebih sulit berdagang dengan tetangganya di Eropa Daratan karena tidak ada perjanjian perdagangan bebas. Ekspor akan dikenakan bea masuk dan ini memberatkan dunia usaha di Negeri Ratu Elizabeth.
Data Office for National Statistics (ONS) menyebutkan, Uni Eropa adalah mitra dagang utama Inggris. Tahun lalu, ekspor Inggris ke Uni Eropa mencapai 48% dari total ekspor. Potensi ini terancam menyusut jika No Deal Brexit menjadi kenyataan, dan wajar jika ekonomi Inggris ikut mengerut.
Melihat kisruh politik di Inggris, investor tidak punya pilihan selain bermain aman. Arus modal kembali ke pelukan safe haven, dalam hal ini dolar AS. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia dilepas, sehingga mata uang ikut melemah.
Jadi, jangan terburu-buru menilai performa rupiah kurang impresif hari ini. Memang betul rupiah tidak mampu menguat, tetapi sebenarnya bisa stagnan pun sudah menjadi hal yang patut disyukuri. Setidaknya rupiah tidak sampai melemah seperti sebagian besar mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (12/12/2018), US$ 1 sama dengan Rp 14.595 kala penutupan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Padahal rupiah mampu menguat 0,24% saat pembukaan pasar. Saat itu, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.
Seiring perjalanan memang penguatan rupiah perlahan memudar. Bahkan rupiah sempat merasakan pelemahan. Status rupiah pun berubah dari terkuat di Asia menjadi terlemah kedua di Benua Kuning.
Jelang penutupan pasar, nasib rupiah sedikit membaik. Memang tidak sampai menguat, tetapi setidaknya rupiah berhasil finis dengan hasil impas. Tidak melemah, tetapi juga tidak menguat.
Berikut perjalanan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Sore ini, rupiah cukup beruntung karena mata uang Asia berbalik melemah di hadapan dolar AS. Padahal sepanjang hari ini mata uang Benua Kuning mampu menekan greenback.
Kini mata uang Asia yang masih mampu menguat tinggal tersisa yuan China, rupee India, won Korea, dan baht Thailand. Sisanya bernasib lebih buruk dari rupiah, yaitu melemah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:15 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dolar AS kembali berjaya sore ini, tidak hanya di Asia tetapi secara global. Pada pukul 16:18 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,03%. Indeks ini lebih banyak menghabiskan waktu di zona merah. Investor kembali berburu dolar AS karena situasi di Inggris yang semakin runyam. Akhirnya mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Theresa May sudah memenuhi syarat.
Mengutip Reuters, Pimpinan Komite 1922 Partai Konservatif Graham Brady menyatakan ambang batas 15% untuk pengajuan mosi tidak percaya sudah terlewati. Voting akan digelar sekira pukul 18:00 sampai 20:00 waktu standar Greenwich dan hasilnya akan diumumkan segera. Apabila 158 dari 315 anggota parlemen menyatakan tidak percaya, maka May harus lengser dari jabatannya.
Namun May tetap berupaya mempertahankan posisi. Dalam jumpa pers di kediamannya di Downing Street, pengganti David Cameron tersebut menegaskan pergantian kepemimpinan bukan jalan terbaik bagi Inggris yang sedang menghadapi sengkarut Brexit.
"Pemimpin baru tidak akan bisa bertugas pada 21 Januari (jadwal pelaksaan voting proposal Brexit di parlemen Inggris). Jadi memilih pemimpin baru menyebabkan risiko dalam negosiasi Brexit karena tidak akan ada waktu untuk renegosiasi proposal perpisahan," tegas May, dikutip dari Reuters.
Perkembangan ini membuat risiko No Deal Brexit, di mana Inggris tidak mendapat kompensasi apa pun dari perpisahan dengan Uni Eropa, semakin besar. Jika ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris dalam ancaman yang tidak enteng.
Bank Sentral Inggris (BoE) memperkirakan ekonomi Inggris bisa terkontraksi alias minus sampai 8% per tahun jika No Deal Brexit terjadi. Pasalnya, Inggris akan lebih sulit berdagang dengan tetangganya di Eropa Daratan karena tidak ada perjanjian perdagangan bebas. Ekspor akan dikenakan bea masuk dan ini memberatkan dunia usaha di Negeri Ratu Elizabeth.
Data Office for National Statistics (ONS) menyebutkan, Uni Eropa adalah mitra dagang utama Inggris. Tahun lalu, ekspor Inggris ke Uni Eropa mencapai 48% dari total ekspor. Potensi ini terancam menyusut jika No Deal Brexit menjadi kenyataan, dan wajar jika ekonomi Inggris ikut mengerut.
Melihat kisruh politik di Inggris, investor tidak punya pilihan selain bermain aman. Arus modal kembali ke pelukan safe haven, dalam hal ini dolar AS. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia dilepas, sehingga mata uang ikut melemah.
Jadi, jangan terburu-buru menilai performa rupiah kurang impresif hari ini. Memang betul rupiah tidak mampu menguat, tetapi sebenarnya bisa stagnan pun sudah menjadi hal yang patut disyukuri. Setidaknya rupiah tidak sampai melemah seperti sebagian besar mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular