Terpeleset Minyak, Rupiah Tak Lagi Perkasa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2018 10:44
Terpeleset Minyak, Rupiah Tak Lagi Perkasa
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs acuan. Sementara di pasar spot, rupiah sudah tidak lagi menguat. 

Pada Rabu (12/12/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.577. Rupiah menguat 0,25% dibandingkan posisi hari sebelumnya. 

Kemarin rupiah melemah di kurs acuan dan dolar AS kembali menyentuh level Rp 14.600. Namun hari ini rupiah mampu kembali ke jalur penguatan. 

 

Sedangkan di pasar spot, US$ 1 dihargai Rp 14.595 pada pukul 10:05 WIB. Sama seperti posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.

Padahal kala pembukaan pasar spot rupiah menguat 0,24%. Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah terus menipis dan akhirnya habis. 


Sayang sekali, karena rupiah sempat menjadi mata uang terbaik di Asia. Namun kini rupiah malah tertinggal di antara mata uang Benua Kuning, karena mayoritas masih mampu menguat terhadap dolar AS.


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:08 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya damai dagang AS-China menjadi pisau bermata dua buat rupiah. Meski sentimen ini membuat risk appetite pelaku pasar membuncah, tetapi dampak lainnya adalah mendongkrak harga minyak dunia. 

Pada pukul 10:12 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,97% dan light sweet bertambah 0,86%. Perlahan tetapi pasti, harga komoditas ini mulai bangkit dari keterpurukan. 

 

Kenaikan harga si emas hitam ditopang oleh prospek damai dagang AS-China yang semakin nyata. Dalam wawancara dengan Reuters, Presiden AS Donald Trump menyiratkan hubungan Washington-Beijing kini sedang memasuki masa bulan madu. 

Trump mengatakan bahwa China mulai memborong kedelai asal AS. Ini merupakan tindak lanjut dari pembicaraannya dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Argentina akhir bulan lalu. 

"Saya baru saja mendengar bahwa China membeli banyak kedelai. Ini mereka baru mulai, baru mulai," ungkapnya. 

Selain itu, Trump juga menegaskan bahwa China siap menurunkan tarif bea masuk untuk impor mobil asal AS dari 40% menjadi 15%. "Segera, sangat cepat," ujarnya. 

Oleh karena itu, Trump pun menepati janjinya dengan tidak menaikkan tarif bea masuk bagi produk-produk China. Sedianya tarif bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar akan naik dari 10% menjadi 25% pada 1 Januari 2015. "Saya tidak akan menaikkan bea masuk sampai terjadi kesepakatan," katanya. 

Berbagai perkembangan tersebut jelas menggambarkan bahwa damai dagang AS-China bukan sesuatu yang mustahil. Terbuka kemungkinan AS-China akan mengakhiri perang dagang yang memanas sejak awal tahun ini. 

Ketika dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global akan terangkat. Akibatnya, permintaan terhadap energi pun ikut naik dan mengatrol harga minyak. 

Rupiah memang sangat sensitif terhadap harga minyak. Maklum, Indonesia adalah negara net importir migas. Ketika harga minyak naik, maka biaya yang dikeluarkan untuk impor migas akan membengkak. 

Hasilnya adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit) kemungkinan bakal semakin melebar. Saat pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa minim cenderung tekor, maka rupiah tentu bakal sulit menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular