
Dow Jones Berpotensi Anjlok 192 Poin Nanti Malam, Kenapa?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 December 2018 11:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan jual yang besar melanda bursa saham Benua Kuning. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 2,25%, indeks Shanghai turun 0,87%, indeks Hang Seng turun 1,67%, indeks Strait Times turun 1,39%, dan indeks Kospi turun 1,24%.
Tekanan jual yang melanda bursa saham regional ada kaitannya dengan pergerakan kontrak futures tiga indeks saham utama di AS yang mengimplikasikan penurunan signifikan pada saat perdagangan dibuka nanti malam.
Kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 192 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 18 dan 50 poin.
Biasanya, pada sekitar jam ini kontrak futures tiga indeks saham utama di AS hanya mengimplikasikan pergerakan yang tipis pada saat perdagangan dibuka pada malam hari. Hal ini wajar saja. Pelaku pasar di AS saat ini sedang terlelap dalam tidurnya sehingga transaksi menjadi sepi. Hingga berita ini diturunkan, waktu di New York menunjukkan pukul 22:50.
Pelaku pasar sudah begitu gencar mentransaksikan kontrak futures seiring dengan kabar buruk yang datang dari pasar obligasi AS. Sebagai informasi, pada tanggal 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).
Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.
Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.
Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.
Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja. Kemudian pada perdagangan hari ini, nilainya kembali menipis menjadi 44 bps.
Pada perdagangan hari ini, yield obligasi tenor 3 bulan naik tipis sebesar 0,02 bps (menandakan harga turun), sementara yield obligasi tenor 10 tahun turun 1,57 bps (menanadakan harga naik).
Investor terlihat lebih menyukai obligasi dengan tenor lebih panjang. Perang dagang AS-China yang kian panas membuat investor memiliki kekhawatiran bahwa dalam jangka pendek perekonomian AS akan mengalami kontraksi secara signifikan.
Peluang tercapainya kesepakatan dagang antara AS dengan China kian kecil seiring dengan sikap AS yang memberikan perintah kepada otoritas Kanada untuk menangkap CFO Huawei global Meng Wanzhou.
Penangkapan ini merupakan bagian dari investigasi AS terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran. Salah satu bank yang terjebak dalam investigasi ini adalah HSBC.
Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihak AS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut.
Sebelumnya, kantor berita Xinhua yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri China melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri China Le Yucheng juga sudah memanggil duta besar Kanada John McCallum pada hari Sabtu (8/12/2018), dengan urusan yang sama.
Tidak tanggung-tanggung, Le memberitahu Callum bahwa hukuman bagi Meng Wanzhou adalah “pelanggaran luar biasa”. Le juga mengancam akan ada konsekuensi yang berat jika Kanada tidak segera membebaskan Meng Wanzhou.
“Langkah seperti itu (menahan Meng Wanzhou) adalah menghiraukan hukum dan tidak masuk akal, tidak berbudi, dan buruk secara moral, ujar Le seperti dikutip dari CNBC International.
“China secara tegas menuntut pihak Kanada segera membebaskan eksekutif Huawei […] atau menerima konsekuensi berat bahwa pihak Kanada seharusnya bertanggung jawab akan hal ini,” tambah Le.
Tamparan bagi Wall Street juga datang dari melesatnya harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan hari Jumat (7/12/2018), harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 menguat 1,24% ke level US$ 52,13/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 2,68% ke level US$ 61,67/barel.
Kemudian pada hari ini, minyak WTI melemah tipis 0,27%, sementara brent menguat 0,66%.
Harga minyak mentah menguat pasca negara-negara eksportir minyak dunia, baik OPEC maupun non-OPEC, menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari. Rincinya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.
Pemangkasan ini tak jauh berbeda dengan keinginan Arab Saudi yang sebelumnya ingin OPEC dan sekutunya menahan pasokan paling tidak 1,3 juta barel per hari.
Padahal, Presiden AS Donald Trump sudah secara tegas mengungkapkan keinginannya supaya OPEC tak memangkas produksi minyak.
“Semoga OPEC akan mempertahankan pasokan minyak seperti saat ini, tak dibatasi. Dunia tidak ingin melihat, atau membutuhkan, harga minyak yang lebih tinggi!” cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump sebelum OPEC menggelar pertemuan di Wina, Austria.
Trump pun ‘dikhianati’ oleh Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman Al Saud. Pasalnya, Trump sudah pasang badan dengan tak memberikan sanksi kepada Arab Saudi ataupun sang Putra Mahkota pasca investigasi dari CIA menyimpulkan bahwa dirinya terlibat dalam pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi.
Melejitnya harga minyak mentah tentu merupakan kabar buruk bagi Wall Street. Ketika harga minyak mentah melejit, harga bensin di AS akan menjadi lebih mahal sehingga perekonomian bisa tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tekanan jual yang melanda bursa saham regional ada kaitannya dengan pergerakan kontrak futures tiga indeks saham utama di AS yang mengimplikasikan penurunan signifikan pada saat perdagangan dibuka nanti malam.
Pelaku pasar sudah begitu gencar mentransaksikan kontrak futures seiring dengan kabar buruk yang datang dari pasar obligasi AS. Sebagai informasi, pada tanggal 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).
Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.
Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.
Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.
Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja. Kemudian pada perdagangan hari ini, nilainya kembali menipis menjadi 44 bps.
Pada perdagangan hari ini, yield obligasi tenor 3 bulan naik tipis sebesar 0,02 bps (menandakan harga turun), sementara yield obligasi tenor 10 tahun turun 1,57 bps (menanadakan harga naik).
Investor terlihat lebih menyukai obligasi dengan tenor lebih panjang. Perang dagang AS-China yang kian panas membuat investor memiliki kekhawatiran bahwa dalam jangka pendek perekonomian AS akan mengalami kontraksi secara signifikan.
Peluang tercapainya kesepakatan dagang antara AS dengan China kian kecil seiring dengan sikap AS yang memberikan perintah kepada otoritas Kanada untuk menangkap CFO Huawei global Meng Wanzhou.
Penangkapan ini merupakan bagian dari investigasi AS terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran. Salah satu bank yang terjebak dalam investigasi ini adalah HSBC.
Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihak AS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut.
Sebelumnya, kantor berita Xinhua yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri China melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri China Le Yucheng juga sudah memanggil duta besar Kanada John McCallum pada hari Sabtu (8/12/2018), dengan urusan yang sama.
Tidak tanggung-tanggung, Le memberitahu Callum bahwa hukuman bagi Meng Wanzhou adalah “pelanggaran luar biasa”. Le juga mengancam akan ada konsekuensi yang berat jika Kanada tidak segera membebaskan Meng Wanzhou.
“Langkah seperti itu (menahan Meng Wanzhou) adalah menghiraukan hukum dan tidak masuk akal, tidak berbudi, dan buruk secara moral, ujar Le seperti dikutip dari CNBC International.
“China secara tegas menuntut pihak Kanada segera membebaskan eksekutif Huawei […] atau menerima konsekuensi berat bahwa pihak Kanada seharusnya bertanggung jawab akan hal ini,” tambah Le.
Tamparan bagi Wall Street juga datang dari melesatnya harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan hari Jumat (7/12/2018), harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 menguat 1,24% ke level US$ 52,13/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 2,68% ke level US$ 61,67/barel.
Kemudian pada hari ini, minyak WTI melemah tipis 0,27%, sementara brent menguat 0,66%.
Harga minyak mentah menguat pasca negara-negara eksportir minyak dunia, baik OPEC maupun non-OPEC, menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari. Rincinya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.
Pemangkasan ini tak jauh berbeda dengan keinginan Arab Saudi yang sebelumnya ingin OPEC dan sekutunya menahan pasokan paling tidak 1,3 juta barel per hari.
Padahal, Presiden AS Donald Trump sudah secara tegas mengungkapkan keinginannya supaya OPEC tak memangkas produksi minyak.
“Semoga OPEC akan mempertahankan pasokan minyak seperti saat ini, tak dibatasi. Dunia tidak ingin melihat, atau membutuhkan, harga minyak yang lebih tinggi!” cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump sebelum OPEC menggelar pertemuan di Wina, Austria.
Trump pun ‘dikhianati’ oleh Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman Al Saud. Pasalnya, Trump sudah pasang badan dengan tak memberikan sanksi kepada Arab Saudi ataupun sang Putra Mahkota pasca investigasi dari CIA menyimpulkan bahwa dirinya terlibat dalam pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi.
Melejitnya harga minyak mentah tentu merupakan kabar buruk bagi Wall Street. Ketika harga minyak mentah melejit, harga bensin di AS akan menjadi lebih mahal sehingga perekonomian bisa tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular