
Rupiah, IKK, & Cadev Positif, IHSG Berakhir Perkasa
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 December 2018 16:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,11%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan terakhir di pekan ini dengan penguatan sebesar 0,18% ke level 6.126,36.
Performa IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,82%, indeks Shanghai naik 0,03%, indeks Strait Times naik 0,18%, dan indeks Kospi naik 0,34%.
Aksi beli di bursa saham regional dipicu oleh indikasi bahwa The Federal Reserve makin ragu-ragu dalam mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuannya. Wall Street Journal melaporkan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk memberikan sinyal wait-and-see terkait kenaikan suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini, seperti dikutip dari CNBC International.
Laporan tersebut menyebut bahwa The Fed tidak tahu apa langkah mereka selanjutnya setelah pertemuan bulan ini.
Lantas, hal ini semacam memberikan konfirmasi bahwa stance dari The Fed sudah mengarah ke dovish. Sebelumnya, pernyataan yang mengindikasikan hal tersebut sempat dilontarkan oleh sang gubernur, Jerome Powell, serta wakilnya, Richard Clarida.
Apalagi, data-data ekonomi di AS juga mengonfirmasi bahwa tekanan sedang menerpa perekonomian AS. Dari sejumlah data ekonomi AS yang dirilis kemarin, nyaris semuanya meleset dari ekspektasi pasar.
Penciptaan lapangan kerja non-pertanian di AS versi ADP diumumkan hanya sebanyak 179.000 pada bulan November, jauh di bawah konsensus Reuters yang sebanyak 195.000. Jumlah itu juga jatuh dari capaian bulan sebelumnya sebesar 225.000.
Masih dari data tenaga kerja, jumlah warga AS yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran turun 4.000 orang menjadi 231.000 orang di sepanjang pekan lalu. Meski mencatat penurunan, tapi jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan konsensus Reuters yang meramalkan penurunan ke angka 225.000 orang.
Dari data lainnya, jumlah barang modal yang dipesan sektor industri di AS juga mengalami kontraksi 2,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Oktober, lebih besar dari kontraksi 1,9% yang diekspektasikan pasar. Angka itu juga melambat drastis dari capaian bulan September yang masih membukukan pertumbuhan 0,2%.
Belum diketatkan lebih lanjut saja, tekanan sudah menghampiri perekonomian AS. Untuk apa lagi melakukan normalisasi yang terlalu agresif? The Fed nampaknya mulai menyadari hal ini.
Performa IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,82%, indeks Shanghai naik 0,03%, indeks Strait Times naik 0,18%, dan indeks Kospi naik 0,34%.
Aksi beli di bursa saham regional dipicu oleh indikasi bahwa The Federal Reserve makin ragu-ragu dalam mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuannya. Wall Street Journal melaporkan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk memberikan sinyal wait-and-see terkait kenaikan suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini, seperti dikutip dari CNBC International.
Lantas, hal ini semacam memberikan konfirmasi bahwa stance dari The Fed sudah mengarah ke dovish. Sebelumnya, pernyataan yang mengindikasikan hal tersebut sempat dilontarkan oleh sang gubernur, Jerome Powell, serta wakilnya, Richard Clarida.
Apalagi, data-data ekonomi di AS juga mengonfirmasi bahwa tekanan sedang menerpa perekonomian AS. Dari sejumlah data ekonomi AS yang dirilis kemarin, nyaris semuanya meleset dari ekspektasi pasar.
Penciptaan lapangan kerja non-pertanian di AS versi ADP diumumkan hanya sebanyak 179.000 pada bulan November, jauh di bawah konsensus Reuters yang sebanyak 195.000. Jumlah itu juga jatuh dari capaian bulan sebelumnya sebesar 225.000.
Masih dari data tenaga kerja, jumlah warga AS yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran turun 4.000 orang menjadi 231.000 orang di sepanjang pekan lalu. Meski mencatat penurunan, tapi jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan konsensus Reuters yang meramalkan penurunan ke angka 225.000 orang.
Dari data lainnya, jumlah barang modal yang dipesan sektor industri di AS juga mengalami kontraksi 2,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Oktober, lebih besar dari kontraksi 1,9% yang diekspektasikan pasar. Angka itu juga melambat drastis dari capaian bulan September yang masih membukukan pertumbuhan 0,2%.
Belum diketatkan lebih lanjut saja, tekanan sudah menghampiri perekonomian AS. Untuk apa lagi melakukan normalisasi yang terlalu agresif? The Fed nampaknya mulai menyadari hal ini.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular