Duh, Genap 3 Hari Beruntun Rupiah Jadi Juru Kunci Asia!

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 December 2018 17:08
Duh, Genap 3 Hari Beruntun Rupiah Jadi Juru Kunci Asia!
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasat spot hari ini. Meski pelemahan rupiah menipis jelang penutupan pasar, tetapi rupiah masih menjadi mata uang terlemah di Asia.

Pada Kamis (6/11/2018), US$ 1 ditutup Rp 14.515 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,87% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Pelemahan rupiah sudah terasa sejak pagi ini. Mata uang tanah air melemah 0,28% saat pasar spot dibuka. Setelah itu, rupiah terus melemah dan bahkan sempat mencapai 1% lebih. Namun jelang penutupan, rupiah berangsur-angsur menipiskan depresiasi. Akhirnya, rupiah finis dengan koreksi 0,87%.

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:


Rupiah dan mata uang Asia memang terseret arus penguatan dolar AS yang terjadi secara global. Dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang Asia, hanya menyisakan yen Jepang dan dolar Hongkong yang masih bisa menguat terhadap greenvack.

Meski mayoritas mata uang Asia melemah di hadapan greenback, tetapi rupiah menjadi yang terlemah. Dengan begitu, rupiah sudah menjadi mata uang paling lemah di Asia selama 3 hari beruntun.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16.13 WIB:



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Investor ogah untuk memeluk mata uang negara-negara Asia seiring dengan dengan pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan datangnya resesi. Hingga pukul 16.35 WIB hari ini, yield obligasi AS tenor 3 tahun (2,8133%) masih lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun (2,7668%).

Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi yield curve inversion pada obligasi tenor 3-5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.

Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.

Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Kini, nilainya tersisa 49 bps saja. Posisi hari ini juga menipis dibandingkan posisi per 4 Desember yang sebesar 50 bps.



Perkembangan ini membuat dolar AS masih menjadi primadona pelaku pasar. Dalam situasi yang tidak pasti, memang paling baik adalah memegang aset aman (
safe haven) seperti dolar AS. 

Sebaliknya, aliran modal nampak deras keluar dari pasar keuangan negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Di bursa saham dalam negeri, investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp 396 miliar.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Meski masih menjadi yang terlemah di kawasan. Sejatinya pelemahan rupiah menipis jelang akhir perdagangan. Pada pukul 14.00 WIB, nilai tukar rupiah sempat melemah hingga 1,22% ke Rp 14.565/US$. Namun, setelah itu pelemahannya berangsur-angsur menurun. 

Hal ini nampaknya tak lepas dari intervensi Bank Indonesia (BI). Pelemahan rupiah berangsur-angsur berkurang.  Rupiah bahkan sempat lepas dari posisi juru kunci klasemen mata uang hari ini (unggul dari rupee India), meski di akhir perdagangan kembali ke dasar klasemen.

"India yang sekarang terlemah di Asia. BI lakukan triple intervention [tiga intervensi]," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/12/2018) sebelum perdagangan ditutup.

Adapun dijelaskan Nanang, triple intervention ini adalah intervensi di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) dan pasar surat berharga negara (SBN).

"Pasar SBN kita melakukan buyback," tutur Nanang.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/RHG) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular