Gara-gara Trump dan OPEC, Harga Minyak Amblas 2%!

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 December 2018 12:01
Gara-gara Trump dan OPEC, Harga Minyak Amblas 2%!
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari Rabu (5/12/2018), harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 amblas sebesar 1,84% ke level US$60,94/barel, hingga pukul 11.36 WIB. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 juga ambrol 1,76% ke level US$52,31/barel.

Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka tersebut terjerumus cukup dalam, pasca dua hari terakhir menguat secara berturut-turut.

Sejak awal pekan ini, harga minyak mendapat suntikan energi dari hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina.

Di Buenos Aires, Washington-Beijing sepakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari.

AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.

Merespon ini, harga minyak sempat naik nyaris 4% pada perdagangan hari Senin (3/12/2018). Kini ada harapan bahwa bea masuk yang sudah diterapkan kedua pihak sejak awal tahun ini, dapat dihapuskan. Sehingga, laju perekonomian kedua negara dapat dijaga di level yang relatif tinggi.

Meski komoditas minyak mentah tidak ada di dalam daftar ratusan produk yang dikenai bea masuk oleh kedua pihak, tapi prospek perbaikan ekonomi global disambut meriah oleh investor. Kini, pelaku pasar berekspektasi permintaan minyak bisa pulih seperti sedia kala.



Namun, pelaku pasar kemarin dibuat sadar bahwa sebenarnya hubungan AS-China ternyata tidak mesra-mesra amat. Masih ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, dan ada pula risiko mengalami kebuntuan (deadlock) yang membuat perang dagang kembali berkobar.

Dalam periode gencatan senjata 90 hari, Washington dan Beijing akan bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian.

Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat tarif bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%. 

"Kami akan mencoba menyelesaikan (negosiasi). Namun jika tidak, ingat bahwa saya adalah manusia bea masuk (Tariff Man)!," cuit Trump di Twitter.

Kemunculan sang Tariff Man kembali menebar ancaman dan pelaku pasar kemudian berpikir ulang. Apakah AS- China benar-benar bisa mencapai damai dagang? Apakah euforia pasar yang terjadi selama 2 hari terakhir adalah tindakan berlebihan?

Akibat kekhawatiran pelaku pasar tersebut, indeks saham utama Wall Street kompak anjlok 3% lebih pada perdagangan overnight. Aksi jual di pasar saham tersebut kemudian menular ke perdagangan komoditas minyak mentah hari ini. Kepercayaan diri investor bahwa ekonomi dunia akan pulih kini berkurang drastis.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Harga minyak juga tertekan oleh memudarnya keyakinan investor bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC akan mengambil kebijakan pemangkasan produksi dalam pertemuan tahunan OPEC di Austria pekan ini.

Sebelumnya, pelaku pasar berekspektasi bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari, dibandingkan dengan level di bulan Oktober.

“Kita berekspektasi OPEC setuju untuk memangkas produksi di Vienna pada Kamis mendatang. Pemangkasan produksi OPEC dan Rusia sebesar 1,3 juta barel/hari akan diperlukan untuk membalik peningkatan cadangan yang besar secara counter-seasonally,” tulis Bank AS Goldman Sachs pada risetnya.

Meski demikian, kini justru muncul risiko bahwa pemangkasan produksi tidak jadi dieksekusi. Tiga orang sumber dari OPEC dan satu orang sumber dari produsen non-OPEC, meyatakan bahwa pertemuan OPEC mendatang akan terjadi dengan situasi yang sulit, seperti dikutip dari Reuters.

Pasalnya, Rusia belum sepakat akan jumlah pemotongan produksi yang diminta oleh OPEC. Sumber dari Rusia mengindikasikan Negeri Beruang Merah hanya akan berkontribusi pengurangan 140.000 barel/hari, sementara OPEC meminta Moskow memangkas 250.000-300.000 barel/hari.

Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih bahkan mengonfirmasi kondisi sulit tersebut. Al-Falih menyatakan terlalu cepat untuk yakin bahwa OPEC dan eksportir lainnya akan memangkas produksi, karena beberapa kondisi masih belum terpecahkan, seperti dilansir dari Reuters.

Hal ini lantas membuat investor berpikir bahwa masih ada risiko deadlock dari kesepakatan OPEC dan mitra produsen non-OPEC dalam pemangkasan produksi. Artinya, membanjirnya pasokan di pasar tidak akan mampu termitigasi.

Teranyar, American Petroleum Institute menyatakab bahwa cadangan minyak mentah AS meningkat 5,4 juta barel ke angka 448 juta barel, di sepanjang pekan lalu. Adapun data resmi dari pemerintah AS akan dirilis pada besok malam waktu Indonesia.

 (TIM RISET CNBC INDONESIA)      
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular