
Harga Batu Bara Naik Terbatas Meski Ada Damai Dagang, Kenapa?
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 December 2018 13:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan hari Senin (30/11/2018), harga batu bara Newcastle kontrak acuan mampu naik 0,74% ke level US$ 102,45/Metrik Ton (MT). Harga batu bara membuka bulan Desember 2018 dengan semangat, pasca melemah 3% di sepanjang bulan November 2018.
BACA: Duh, Harga Batu Bara Turun 3% Lebih Sepanjang November
Sejumlah sentimen positif memang mampu menyokong pergerakan harga batu bara di kemarin. Dari data ekonomi China yang memuaskan, hingga hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Meski demikian, stok batu bara di China yang masih menunjukkan peningkatan membatasi penguatan harga si batu hitam kemarin.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing sepakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari terhitung mulai 1 Januari 2019.
AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.
Dengan adanya prospek perdamaian dagang antar dua negara ini, diharapkan laju perekonomian keduanya bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi.
AS dan China sendiri merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Prospek pemulihan ekonomi dunia menjadi angin segar bagi harga batu bara. Pasalnya, permintaan energi dunia, termasuk batu bara, diekspektasikan akan pulih atau bahkan meningkat dengan pesat.
Tidak hanya itu, harga batu bara juga mendapatkan angin segar dari positifnya data ekonomi terbaru di China. Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur versi Caixin pada November 2018 tercatat 50,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,1 dan lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang sebesar 50.
Indeks pemesanan baru (new orders) naik dari 50,4 pada Oktober menjadi 50,9 bulan lalu. Ada harapan permintaan domestik di Negeri Tirai Bambu masih tumbuh, sehingga walau ekonomi mungkin melambat tetapi tidak ada hard landing. Hal ini lantas menjadi sinyal bahwa permintaan batu bara dari China masih akan terjaga ke depannya.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Meski demikian, harga batu bara belum bisa menguat banyak-banyak. Sentimen negatif datang stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China yang meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015.
Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Membuncahnya stok batu hitam di Negeri Panda memang dikhawatirkan akan bertahan lama. Penyebabnya, konsumsi batu bara di musim dingin diekspektasikan lesu.
Lemahnya konsumsi itu tidak lepas dari China's National Climate Center yang memroyeksikan bahwa musim dingin yang melanda dataran China akan lebih hangat dari biasanya.
Saat musim dingin ternyata tidak seekstrim yang diperkirakan, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan pun akan lemah. Alhasil, konsumsi batu bara di pembangkit listrik pun tidak akan sekencang yang diperkirakan sebelumnya.
Masih tingginya tingkat stok batu bara tersebut akhirnya membuat penguatan harga batu bara menjadi terbatas. Padahal, ada sentimen positif yang begitu kuat dari damai dagang AS-China dan positifnya data ekonomi China.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/hps) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
BACA: Duh, Harga Batu Bara Turun 3% Lebih Sepanjang November
Sejumlah sentimen positif memang mampu menyokong pergerakan harga batu bara di kemarin. Dari data ekonomi China yang memuaskan, hingga hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing sepakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari terhitung mulai 1 Januari 2019.
AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.
Dengan adanya prospek perdamaian dagang antar dua negara ini, diharapkan laju perekonomian keduanya bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi.
AS dan China sendiri merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Prospek pemulihan ekonomi dunia menjadi angin segar bagi harga batu bara. Pasalnya, permintaan energi dunia, termasuk batu bara, diekspektasikan akan pulih atau bahkan meningkat dengan pesat.
Tidak hanya itu, harga batu bara juga mendapatkan angin segar dari positifnya data ekonomi terbaru di China. Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur versi Caixin pada November 2018 tercatat 50,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,1 dan lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang sebesar 50.
Indeks pemesanan baru (new orders) naik dari 50,4 pada Oktober menjadi 50,9 bulan lalu. Ada harapan permintaan domestik di Negeri Tirai Bambu masih tumbuh, sehingga walau ekonomi mungkin melambat tetapi tidak ada hard landing. Hal ini lantas menjadi sinyal bahwa permintaan batu bara dari China masih akan terjaga ke depannya.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Meski demikian, harga batu bara belum bisa menguat banyak-banyak. Sentimen negatif datang stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China yang meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015.
Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Membuncahnya stok batu hitam di Negeri Panda memang dikhawatirkan akan bertahan lama. Penyebabnya, konsumsi batu bara di musim dingin diekspektasikan lesu.
Lemahnya konsumsi itu tidak lepas dari China's National Climate Center yang memroyeksikan bahwa musim dingin yang melanda dataran China akan lebih hangat dari biasanya.
Saat musim dingin ternyata tidak seekstrim yang diperkirakan, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan pun akan lemah. Alhasil, konsumsi batu bara di pembangkit listrik pun tidak akan sekencang yang diperkirakan sebelumnya.
Masih tingginya tingkat stok batu bara tersebut akhirnya membuat penguatan harga batu bara menjadi terbatas. Padahal, ada sentimen positif yang begitu kuat dari damai dagang AS-China dan positifnya data ekonomi China.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/hps) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular