
Melesat 1,03%, IHSG Sentuh Titik Tertinggi Sejak Bulan April
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 December 2018 16:47

Di pasar valuta asing, rupiah bisa memanfaatkan momentum damai dagang AS-China. Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah membukukan penguatan sebesar 0,35% ke level Rp 14.250/dolar AS. Pada akhir perdagangan, penguatannya bertambah lebar menjadi 0,45% ke level Rp 14.235/dolar AS.
Sejauh ini, perekonomian AS dan China terlihat sudah terpukul oleh perang dagang yang selama ini berkecamuk antar keduanya. Pada hari Kamis (29/11/2018), klaim tunjangan pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 24 November 2018 diumumkan sebanyak 234.000 jiwa, lebih tinggi dari konsensus yang sebesar 221.000 jiwa. Capaian pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Mei 2018.
Kemudian pada hari Jumat (30/11/2018), Manufacturing PMI periode November 2018 versi resmi pemerintah China diumumkan sebesar 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,2.
Dengan adanya kesepakatan, diharapkan laju perekonomian kedua negara bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. Ketika ini yang terjadi, maka perekonomian negara-negara lainnya akan ikut merasakan dampak positifnya.
Investor pun menjadi optimistis untuk memburu mata uang di kawasan Asia. Penguatan rupiah membuat investor pasar saham tanah air kian percaya diri untuk melakukan aksi beli.
Aksi beli investor banyak terjadi pada saham-saham bank BUKU IV: PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 5,03%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 4,05%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 3,87%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 2,94%.
Seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV, indeks sektor jasa keuangan melejit 0,91%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.
Selain karena penguatan rupiah, saham-saham bank-bank BUKU IV terus diburu investor seiring dengan prospeknya yang cukup menarik. Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 13,35% YoY pada Oktober 2018, naik dari capaian periode September 2018 yang sebesar 12,69% YoY. Capaian ini merupakan yang terkencang sejak Agustus 2014 silam atau lebih dari 4 tahun.
Pada bulan November dan Desember, penyaluran kredit masih bisa dipacu untuk tumbuh lebih kencang lagi. Pasalnya, ekonomi Indonesia memang biasanya ‘panas’ pada kuartal terakhir, seiring dengan digenjotnya penyerapan anggaran belanja negara dan musim liburan.
Apalagi, Bank Indonesia (BI) sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.
(ank/roy)
Sejauh ini, perekonomian AS dan China terlihat sudah terpukul oleh perang dagang yang selama ini berkecamuk antar keduanya. Pada hari Kamis (29/11/2018), klaim tunjangan pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 24 November 2018 diumumkan sebanyak 234.000 jiwa, lebih tinggi dari konsensus yang sebesar 221.000 jiwa. Capaian pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Mei 2018.
Kemudian pada hari Jumat (30/11/2018), Manufacturing PMI periode November 2018 versi resmi pemerintah China diumumkan sebesar 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,2.
Investor pun menjadi optimistis untuk memburu mata uang di kawasan Asia. Penguatan rupiah membuat investor pasar saham tanah air kian percaya diri untuk melakukan aksi beli.
Aksi beli investor banyak terjadi pada saham-saham bank BUKU IV: PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 5,03%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 4,05%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 3,87%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 2,94%.
Seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV, indeks sektor jasa keuangan melejit 0,91%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.
Selain karena penguatan rupiah, saham-saham bank-bank BUKU IV terus diburu investor seiring dengan prospeknya yang cukup menarik. Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 13,35% YoY pada Oktober 2018, naik dari capaian periode September 2018 yang sebesar 12,69% YoY. Capaian ini merupakan yang terkencang sejak Agustus 2014 silam atau lebih dari 4 tahun.
Pada bulan November dan Desember, penyaluran kredit masih bisa dipacu untuk tumbuh lebih kencang lagi. Pasalnya, ekonomi Indonesia memang biasanya ‘panas’ pada kuartal terakhir, seiring dengan digenjotnya penyerapan anggaran belanja negara dan musim liburan.
Apalagi, Bank Indonesia (BI) sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.
(ank/roy)
Pages
Most Popular