
Sentimen Eksternal & Domestik Bawa IHSG Melesat 1,33%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 December 2018 12:45

Dari dalam negeri, rilis data inflasi membuat IHSG semakin perkasa. Sekitar satu jam menjelang akhir sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi bulan November sebesar 0,27% MoM atau 3,23% YoY. Capaian ini mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni 0,19% MoM atau 3,15% YoY.
Sebelum data tersebut dirilis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperdagangkan di level 6.131,38 atau menguat 1,24% dibandingkan posisi penutupan pada hari Jumat (30/11/2018), sebelum kemudian melesat ke level 6.136,93.
Angka inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi dimaknai sebagai sinyal menggeliatnya konsumsi masyarakat Indonesia.
Pada rilis angka inflasi periode Oktober 2018 tanggal 1 November 2018, IHSG ditutup hanya menguat tipis 0,07%, setelah dibuka menguat 0,4%. Kala itu, tingginya angka inflasi menjadi momok bagi IHSG.
Pada bulan Oktober, BPS mencatat inflasi sebesar 0,28% MoM, lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,17% MoM.
Inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi memberi sinyal bahwa depresiasi rupiah sudah mulai memberikan dampak negatif ke kantong masyarakat Indonesia. Jika masyarakat mengurangi konsumsinya, maka pertumbuhan ekonomi tentu akan tertekan, mengingat konsumsi masyarakat membentuk lebih dari 50% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Pada bulan Oktober, rupiah melemah sebesar 2,01% melawan dolar AS di pasar spot.
Namun pada bulan November, rupiah menguat 5,92% melawan dolar AS. Terlepas dari penguatan rupiah, angka inflasi tetap saja tinggi. Inilah yang melandasi persepsi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah mulai menggeliat.
Merespons hal tersebut, indeks sektor barang konsumsi terkerek hingga 1,19%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar kedua bagi penguatan IHSG setelah sektor jasa keuangan (+2%).
Saham-saham barang konsumsi yang diburu investor diantaranya: PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+6,23%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,72%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+1,14%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+0,82%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,61%).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Sebelum data tersebut dirilis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperdagangkan di level 6.131,38 atau menguat 1,24% dibandingkan posisi penutupan pada hari Jumat (30/11/2018), sebelum kemudian melesat ke level 6.136,93.
Angka inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi dimaknai sebagai sinyal menggeliatnya konsumsi masyarakat Indonesia.
Pada bulan Oktober, BPS mencatat inflasi sebesar 0,28% MoM, lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,17% MoM.
Inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi memberi sinyal bahwa depresiasi rupiah sudah mulai memberikan dampak negatif ke kantong masyarakat Indonesia. Jika masyarakat mengurangi konsumsinya, maka pertumbuhan ekonomi tentu akan tertekan, mengingat konsumsi masyarakat membentuk lebih dari 50% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Pada bulan Oktober, rupiah melemah sebesar 2,01% melawan dolar AS di pasar spot.
Namun pada bulan November, rupiah menguat 5,92% melawan dolar AS. Terlepas dari penguatan rupiah, angka inflasi tetap saja tinggi. Inilah yang melandasi persepsi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah mulai menggeliat.
Merespons hal tersebut, indeks sektor barang konsumsi terkerek hingga 1,19%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar kedua bagi penguatan IHSG setelah sektor jasa keuangan (+2%).
Saham-saham barang konsumsi yang diburu investor diantaranya: PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+6,23%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,72%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+1,14%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+0,82%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+0,61%).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular