Gencatan Senjata Trump-Xi Jinping Bawa IHSG Lewati 6.100

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 December 2018 09:39
Gencatan Senjata Trump-Xi Jinping Bawa IHSG Lewati 6.100
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Tanah Air memulai pekan ini dengan manis. Pada saat pembukaan perdagangan, IHSG langsung melesat 1,02% ke level 6.118,06.

Performa IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga dibuka di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,25%, indeks Shanghai melesat 2,28%, indeks Hang Seng meroket 2,56%, indeks Strait Times menguat 1,17%, dan indeks Kospi naik 1,47%.

Appetite investor untuk berburu instrumen berisiko seperti saham memang sedang tinggi-tingginya, seiring dengan hasil positif dari pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir pekan lalu.

Dalam pertemuan ini, kedua negara mencapai kesepakatan 90 hari gencatan senjata dalam sengketa perdagangan.

Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sedianya kenaikan tarif ini berlaku mulai 1 Januari 2019. Sementara itu, China sepakat untuk lebih banyak membeli produk Negeri Adidaya mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya.

Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%.

"Ini adalah kesepakatan yang luar biasa. Apa yang saya lakukan adalah menunda (kenaikan) bea masuk dan China akan membuka diri. China akan membeli banyak produk pertanian dan lainnya. Ini akan memberikan dampak positif yang luar biasa," papar Trump kepada jurnalis di pesawat kepresidenan Air Force One, seperti dikutip dari Reuters.

Tidak hanya AS, China pun ikut 'mengklaim' kesepakatan ini sebagai sebuah kemenangan bagi pihaknya. Wang Yi, Penasihat Negara China, mengatakan perjanjian ini menghindarkan perekonomian global dari dampak friksi kedua negara.

"Kepentingan AS dan China lebih besar ketimbang benturannya. Kerja sama tentu lebih dibutuhkan daripada terus berbenturan," ujar Wang, mengutip Reuters.

(NEXT)
Di pasar valuta asing, rupiah bisa memanfaatkan momentum damai dagang AS-China. Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah membukukan penguatan sebesar 0,35% ke level Rp 14.250/dolar AS.

Pada pukul 09:22 WIB, rupiah telah memperlebar penguatannya menjadi 0,38% ke level Rp 14.245/dolar AS.

Sejauh ini, perekonomian AS dan China terlihat sudah terpukul oleh perang dagang yang selama ini berkecamuk antarkeduanya. Pada hari Kamis (29/11/2018), klaim tunjangan pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 24 November 2018 diumumkan sebanyak 234.000 jiwa, lebih tinggi dari konsensus yang sebesar 221.000 jiwa. Capaian pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Mei 2018.

Kemudian pada hari Jumat (30/11/2018), Manufacturing PMI periode November 2018 versi resmi pemerintah China diumumkan sebesar 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,2.

Dengan adanya kesepakatan, diharapkan laju perekonomian kedua negara bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. Ketika ini yang terjadi, maka perekonomian negara-negara lainnya akan ikut merasakan dampak positifnya.

Investor pun menjadi optimistis untuk memburu mata uang di kawasan Asia. Penguatan rupiah membuat investor pasar saham tanah air kian percaya diri untuk melakukan aksi beli.

Di sisi lain, sejatinya damai dagang AS-China juga membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve akan mengerek suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Desember 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan ini adalah sebesar 85,2%, lebih tinggi dari posisi akhir November yang sebesar 82,7%.

Ketika perekonomian AS bisa melaju relatif pesat lantaran perang dagang dengan China tak lagi tereskalasi, The Fed tentu menjadi punya alasan untuk mengerek suku bunga acuan. Hal ini seharusnya bisa membuat greenback perkasa.

Namun ya itu tadi, investor lebih merespons damai dagang AS-China dengan menyasar mata uang negara-negara lain seperti di kawasan Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular