Loyo Lagi, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 November 2018 08:34
Loyo Lagi, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Seperti halnya mata uang Asia, rupiah tidak mampu membendung keperkasaan dolar AS yang menguat secara global. 

Pada Rabu (28/11/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.511 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,01% dibandingkan posisi penutupan perdagangan kemarin.  

Seiring perjalanan, rupiah kian melemah. Pada pukul 08:18 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.540 di mana rupiah melemah 0,21%.
 

Pelemahan ini sudah bisa diprediksi sebelum pembukaan pasar spot. Tanda-tanda depresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF). 


Kemarin, rupiah juga seharian berada di zona merah dan mengakhiri hari dengan depresiasi 0,28% di hadapan greenback. Rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. 


Pagi ini, dolar AS masih digdaya di hadapan mayoritas mata uang Asia. Hanya rupee India dan dolar Taiwan yang sejauh ini bisa menguat. 

Dengan pelemahan 0,17%, rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Asia. Rupiah hanya lebih unggul dibandingkan peso Filipina. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:18 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa mau dikata, dolar AS memang sedang menguat secara global. Pada pukul 08:20 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%. 

Energi bagi dolar AS datang dari pernyataan Richard Clarida, Wakil Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Menurut Clarida, secara umum ekonomi AS masih terus ekspansif dan perlu 'diamankan' agar tidak terjadi overheating

"Fundamental ekonomi dan pasar tenaga kerja tetap kuat. Laju pertumbuhan akan tetap kuat setidaknya sampai tahun depan," kata Clarida, mengutip Reuters. 

Komentar Clarida menebalkan keyakinan pasar bahwa Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan kembali menaikkan suku bunga acuan bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 79,2%. Naik dibandingkan seminggu lalu yaitu 72,3%. 

The Fed juga sejauh ini tidak terpengaruh kritikan dari berbagai penjuru mata angin, termasuk dari Presiden AS Donald Trump. Sang presiden sepertinya menyesal memilih Powell sebagai The Fed-1 karena kenaikan suku bunga acuan dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya.  

"Sejauh ini, saya bahkan sedikit pun tidak senang dengan pilihan saya terhadap Jay. Saya melakukan beberapa hal dan saya tidak didukung oleh The Fed. Mereka membuat kesalahan sebab saya memiliki nyali dan nyali saya kadang mengatakan lebih banyak dibandingkan otak orang lain," tegas Powell dalam wawancara dengan Washington Post. 


Tahun depan, pelaku pasar memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga setidaknya tiga kali. Petunjuk yang lebih jelas ke arah sana akan dicari dalam notulensi rapat The Fed edisi November 2018 yang akan dirilis besok. 

Oleh karena itu, pasar kembali memihak kepada dolar AS. Sebab dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbalan berinvestasi di AS akan ikut terkerek. Permintaan dolar AS menjadi membludak dan nilainya pun menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular