
Gawat! Schroders Nilai Perang Dagang Masih akan Berlanjut
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
27 November 2018 15:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi dunia diperkirakan masih akan berlangsung pada 2019, dan pertumbuhan ekonomi diperkirakan di bawah konsensus sejumlah lembaga. Namun demikian pasar modal negara berkembang, termasuk Indonesia masih menjadi tempat yang menarik bagi investor.
Chief Economist Schroders, Keith Wade, mengatakan situasi ekonomi global belum kondusif karena perang dagang diperkirakan akan belum berakhir dalam waktu dekat.
"Kami lebih pesimistis 2019. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah dibandingkan konsensus...Banyak yang yakin bahwa perang dagang tidak akan berakhir dalam waktu dekat," kata Keith.
Selain itu, upaya Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mendorong pertumbuhan ekonomi demi memenangkan pemilu 2020 akan menemui rintangan. Pasalnya parlemen AS saat ini dikuasai oleh kubu Demokrat jadi akan sulit bagi Trump membuat kebijakan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Pada 2019, Keith memprediksi, ekonomi AS diperkirakan hanya tumbuh 2,5%.
"Itu artinya pada 2019 masih akan lebih banyak berita buruk yang akan keluar. Akan tetapi bukan berarti akan terjadi kejatuhan di pasar," jelas Keith.
Lalu apakah ini waktu yang tepat bagi investor global masuk ke pasar saham negara berkembang, seperti Indonesia?
Dalam setahun terakhir, pasar negara berkembang sudah mengalami tekanan yang cukup hebat terdampak oleh sentimen perang dagang. Jadi sudah mengalami diskon yang cukup besar karena sentimen tersebut.
Namun demikian, menurut Keith, perlu ada beberapa sinyal lagi untuk meyakinkan hal tersebut. Salah satunya, menunggu kepastian apakah Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) akan mengakhiri kebijakan suku bunga tinggi.
"Tapi secara umum saya setuju dengan pandangan tersebut (masuk ke emerging market). Kami mulai melakukannya dengan masuk ke obligasi ke negara berkembang dengan mata uang lokal," kata Keith.
Hal itu dilakukan dengan mengambil keuntungan dari penguatan mata uang negara berkembang terhadap dolar AS. Langkah selanjutnya mungkin akan masuk ke pasar saham dan ini mungkin bisa petunjuk arah yang benar pas untuk tahun depan.
Director Portofolio Manager Schorders, Irwanti, menilai dana investor asing yang keluar dari pasar Indonesia sudah cukup banyak. Secara year to date, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan dana asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp 44,79 triliun dan tahun lalu tercatat yang keluar mencapai Rp 39,87 triliun.
"Jadi dana asing yang keluar sudah cukup banyak. Dana asing yang akan keluar lagi jumlahnya sudah terbatas. Namun mereka masih menunggu untuk masih, sampai pemilu selesai. Kalau pemilu berlangsung lancar, kuartal II asing akan masuk lagi," kata Irwanti.
(hps/wed) Next Article Morgan Stanley Kian Yakin dengan Bursa Saham Indonesia
Chief Economist Schroders, Keith Wade, mengatakan situasi ekonomi global belum kondusif karena perang dagang diperkirakan akan belum berakhir dalam waktu dekat.
"Kami lebih pesimistis 2019. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah dibandingkan konsensus...Banyak yang yakin bahwa perang dagang tidak akan berakhir dalam waktu dekat," kata Keith.
Selain itu, upaya Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mendorong pertumbuhan ekonomi demi memenangkan pemilu 2020 akan menemui rintangan. Pasalnya parlemen AS saat ini dikuasai oleh kubu Demokrat jadi akan sulit bagi Trump membuat kebijakan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Pada 2019, Keith memprediksi, ekonomi AS diperkirakan hanya tumbuh 2,5%.
Lalu apakah ini waktu yang tepat bagi investor global masuk ke pasar saham negara berkembang, seperti Indonesia?
Dalam setahun terakhir, pasar negara berkembang sudah mengalami tekanan yang cukup hebat terdampak oleh sentimen perang dagang. Jadi sudah mengalami diskon yang cukup besar karena sentimen tersebut.
Namun demikian, menurut Keith, perlu ada beberapa sinyal lagi untuk meyakinkan hal tersebut. Salah satunya, menunggu kepastian apakah Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) akan mengakhiri kebijakan suku bunga tinggi.
"Tapi secara umum saya setuju dengan pandangan tersebut (masuk ke emerging market). Kami mulai melakukannya dengan masuk ke obligasi ke negara berkembang dengan mata uang lokal," kata Keith.
Hal itu dilakukan dengan mengambil keuntungan dari penguatan mata uang negara berkembang terhadap dolar AS. Langkah selanjutnya mungkin akan masuk ke pasar saham dan ini mungkin bisa petunjuk arah yang benar pas untuk tahun depan.
Director Portofolio Manager Schorders, Irwanti, menilai dana investor asing yang keluar dari pasar Indonesia sudah cukup banyak. Secara year to date, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan dana asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp 44,79 triliun dan tahun lalu tercatat yang keluar mencapai Rp 39,87 triliun.
"Jadi dana asing yang keluar sudah cukup banyak. Dana asing yang akan keluar lagi jumlahnya sudah terbatas. Namun mereka masih menunggu untuk masih, sampai pemilu selesai. Kalau pemilu berlangsung lancar, kuartal II asing akan masuk lagi," kata Irwanti.
(hps/wed) Next Article Morgan Stanley Kian Yakin dengan Bursa Saham Indonesia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular