
Rupiah Terbaik Kedua di Asia Pekan Ini, Apa Resepnya?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 November 2018 09:20

Apa yang membuat rupiah mampu melawan arus penguatan dolar AS yang menyapu berbagai mata uang Asia? Setidaknya ada dua penyebab.
Pertama adalah derasnya arus modal di pasar keuangan Indonesia, utamanya di pasar obligasi. Masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield), pertanda harga obligasi sedang naik akibat tingginya permintaan.
Selama sepekan ini, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun anjlok 15,6 basis poin (bps). Yield instrumen ini mencapai titik terendah sejak 23 Agustus.
Meski sudah lebih dari seminggu, investor tampaknya masih mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6%. Sejak Mei, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah naik 175 basis poin.
BI mengakui bahwa tujuan utama kenaikan suku bunga acuan adalah membuat pasar keuangan lebih atraktif. Sebab kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan ikut mengerek imbalan investasi di Indonesia, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.
Dilatarbelakangi pencarian cuan, investor terus masuk ke pasar obligasi pemerintah. Per 21 November, nilai kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah Indonesia adalah Rp 889,21 triliun. Naik 6,23% dibandingkan posisi awal tahun.
Ke depan, bukan tidak mungkin BI akan tetap mengedepankan sikap (stance) moneter yang ketat alias hawkish. Sebab, pada 2019 sepertinya The Federal Reserve/The Fed masih akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pasar memperkirakan Federal Funds Rate akan naik setidaknya tiga kali tahun depan.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Selamat tinggal suku bunga rendah, selamat datang di era normal baru yaitu suku bunga tinggi.
Apabila BI tidak mengikuti tren ini, maka pelaku pasar berpotensi akan meninggalkan Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sepertinya masih akan terjadi tahun depan. Imbal hasil hasil obligasi pun bisa terus terkerek sehingga semakin menggiurkan.
Melihat potensi itu, pelaku pasar berbondong-bondong terus masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia. Derasnya arus modal itu berkontribusi terhadap penguatan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pertama adalah derasnya arus modal di pasar keuangan Indonesia, utamanya di pasar obligasi. Masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield), pertanda harga obligasi sedang naik akibat tingginya permintaan.
Selama sepekan ini, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun anjlok 15,6 basis poin (bps). Yield instrumen ini mencapai titik terendah sejak 23 Agustus.
Meski sudah lebih dari seminggu, investor tampaknya masih mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6%. Sejak Mei, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah naik 175 basis poin.
BI mengakui bahwa tujuan utama kenaikan suku bunga acuan adalah membuat pasar keuangan lebih atraktif. Sebab kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan ikut mengerek imbalan investasi di Indonesia, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.
Dilatarbelakangi pencarian cuan, investor terus masuk ke pasar obligasi pemerintah. Per 21 November, nilai kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah Indonesia adalah Rp 889,21 triliun. Naik 6,23% dibandingkan posisi awal tahun.
Ke depan, bukan tidak mungkin BI akan tetap mengedepankan sikap (stance) moneter yang ketat alias hawkish. Sebab, pada 2019 sepertinya The Federal Reserve/The Fed masih akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pasar memperkirakan Federal Funds Rate akan naik setidaknya tiga kali tahun depan.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Selamat tinggal suku bunga rendah, selamat datang di era normal baru yaitu suku bunga tinggi.
Apabila BI tidak mengikuti tren ini, maka pelaku pasar berpotensi akan meninggalkan Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sepertinya masih akan terjadi tahun depan. Imbal hasil hasil obligasi pun bisa terus terkerek sehingga semakin menggiurkan.
Melihat potensi itu, pelaku pasar berbondong-bondong terus masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia. Derasnya arus modal itu berkontribusi terhadap penguatan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Harga Minyak Turun, Bagus Buat Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular