IHSG Menguat di Tengah Koreksi Bursa Regional, Ini Sebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 November 2018 09:34
IHSG Menguat di Tengah Koreksi Bursa Regional, Ini Sebabnya
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,12% ke level 5.998,03. IHSG berhasil menguat kala bursa saham utama kawasan Asia sebelumnya dibuka di zona merah: indeks Shanghai turun 0,18%, indeks Hang Seng turun 0,27%, dan indeks Strait Times turun 0,12%.

Sentimen negatif berupa perang dagang AS-China yang kian panas membuat investor melepas instrumen berisiko seperti saham. Pada hari Selasa (20/11/2018), United States Trade Representative (USTR) mengatakan bahwa China telah gagal untuk mengubah praktik-praktik tidak adil di bidang kekayaan intelektual dan transfer teknologi yang menjadi salah satu alasan AS membebankan bea masuk baru bagi importasi produk-produk asal China.

"Tinjauan baru ini menunjukkan bahwa China belum secara fundamental merubah praktik-praktik yang tidak adil, tidak beralasan, dan menganggu keseimbangan pasar yang merupakan inti dari laporan pada Maret 2018 mengenai investigasi "Section 301"." Tulis USTR dalam pernyataannya.

China pun kini dibuat berang oleh pernyataan tersebut. Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menegaskan bahwa tuduhan AS sama sekali tidak berdasar.

"AS membuat tuduhan baru yang tak berdasar kepada China. Kami sangat tidak bisa menerimanya. Kami harap AS mencabut kata-kata dan perilaku yang menghancurkan hubungan bilateral kedua negara," sebut Gao dalam jumpa pers di Beijing, dilansir Reuters.

Bila AS melakukan tindakan atas tuduhannya, Gao mengatakan China akan tetap menjaga kepentingannya. Menurutnya, tindakan AS selanjutnya bisa saja semakin merusak tata cara perdagangan dunia

"China akan mencermati langkah yang mungkin akan ditempuh AS. China siap melakukan langkah yang diperkukan untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan negara," tegas Gao.

Kian panasnya hubungan kedua negara terjadi di saat yang kurang tepat. Pasalnya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.

Besar kemungkinan, pertemuan itu tak bisa menyelesaikan perang dagang yang selama ini tengah berkecamuk.
Dari dalam negeri, investor menunjukkan apresiasinya atas pergerakan nilai tukar rupiah. Pada pagi ini, rupiah menguat 0,12% di pasar spot ke level Rp 14.557/dolar AS. Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yakni dolar AS yang sedang lesu, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang terkoreksi 0,23%.

Walaupun risk appetite dari investor sedang jelek pada hari ini, dolar AS tak serta-merta menjadi pilihan mereka. Swiss franc dan emas yang juga merupakan safe haven lebih menjadi pilihan investor. Franc menguat 0,02% di pasar spot melawan dolar AS, sementara harga emas COMEX kontrak acuan menguat 0,02%.

Investor tak lagi menjatuhkan pilihannya kepada dolar AS seiring dengan timbulnya persepsi bahwa The Federal Reserve belum akan mengerek suku bunga acuan pada bulan depan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 22 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 75,8%. Posisi ini lebih rendah dari posisi bulan lalu yang sebesar 81,4%.

Pelaku pasar agak meragukan The Fed pasca rilis data ekonomi di AS yang tak mampu memenuhi ekspektasi. Klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 16 November 2018 diumumkan sebesar 224.000, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 215.000, seperti dikutip dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode Oktober 2018 diumumkan terkontraksi sebesar 0,1% MoM, di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,4% MoM.

Selain itu, investor nampak masih merespons positif kenaikan suku bunga acuan sebesar 25bps ke level 6% yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) sekitar 1 minggu yang lalu. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.

Sebagai informasi, prospek transaksi berjalan di kuartal-IV nampaknya cukup suram. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca dagang periode Oktober 2018 di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta. Defisit bulan Oktober menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular